Medan (ANTARA News) - Sejarawan Erond L Damanik berpendapat, pers memiliki kontribusi dalam mendorong kemerdekaan Indonesia melalui ragam surat kabar yang terbit di berbagai daerah, termasuk di Sumatera Utara.

"Pers memberikan kontribusi yang sangat positif di Sumatera Utara sebagai alat propaganda kemerdekaan," ujar sejarawan Pusat Studi Ilmu-ilmu Sosial dan Sejarah (Pussis) Universitas Negeri Medan itu di Medan, Rabu.

Ia menyebutkan, dalam kurun waktu 1885 sampai 1945 di Sumatera Utara terdapat sebanyak 133 koran yang terpencar di berbagai daerah.

Pada tahun 1916 di Sumatera Utara telah terbit "Benih Merdeka", surat kabar yang pertama kali terbit.

"Kami belum menemukan koran-koran di Indonesia yang menyerukan kemerdekaan yang lebih lama terbitnya selain `Benih Merdeka`," katanya.

Selain "Benih Merdeka", berbagai surat kabar yang terbit pada kurun waktu itu di antaranya "Suara Batak", "Bintang Karo", "Pewarta Deli" dan "Suara Mandailing".

Untuk surat kabar yang dikelola khusus untuk menyampaikan aspirasi perempuan, juga terbit "Koran Perempuan Bergerak" pada tahun 1919, yang kemudian diikuti "Suara Ibu" dan "Boru Tapanuli".

Ia mengungkapkan, pada masa penjajahan Sumatera Utara sangat identik dengan penerbitan surat kabar, terlebih berguna menyampaikan aspirasi masing-masing kalangan sesuai gejolak di daerah.

"Semuat itu yang kemudian menciptakan kesadaran-kesadaran masyarakat Sumatera Utara untuk tergerak melakukan perlawanan," ujarnya.

Pejuang veteran Muhammad TWH mengatakan, untuk mengungkapkan berbagai perbudakan dan kekejaman para tuan kebun Belanda terhadap buruh-buruh kuli kontrak di perkebunan, semua itu ditulis di koran oleh tokoh-tokoh pers saat itu.

"Parada Harapan merupakan tokoh pers yang paling terkemuka di Indonesia yang berjuang untuk mengungkapkan berbagai kekejaman tuan kebun Belanda itu," kata Kepala Biro Generasi Penerus/Pejuang Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Sumut itu. (*)

(ANT-023/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010