"Itu sudah baku seluruh dunia kalau ada vaksin diedarkan di seluruh dunia, diperiksa dulu sterilitas dan toksisitasnya," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara virtual dan dipantau di Jakarta, Kamis.
Pernyataan itu disampaikan Hindra untuk menjawab pertanyaan Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, terhadap sikap pemerintah yang menghentikan sementara distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca Batch CTMAV547 berjumlah 448.480 dosis selama proses uji sterilitas dan toksisitas vaksin.
Keputusan itu diambil pemerintah, kata Hindra, sebab berkaitan dengan sikap kehati-hatian berdasarkan laporan kasus kematian yang dialami Trio Fauqi Virdaus (22) warga Buaran, Jakarta Timur, Kamis (6/5) usai menerima suntikan vaksin AstraZeneca.
Baca juga: Vaksinasi AstraZeneca bukan batch CTMAV547 tetap dilanjutkan
Baca juga: Komnas KIPI: Dua dari tiga kematian tak berhubungan AstraZeneca
"Sebetulnya (kejadian) yang sama dengan batch CTMAV547 itu di Jakarta. Itu bukan karena dianalisa sterilitas dan toksisitasnya karena menyebabkan kematian. Tapi untuk memberikan jaminan kepada masyarakat, kita buktikan, biar steril dan tidak ada toksinnya," katanya.
Namun, Hindra menyampaikan bahwa tidak semua vaksin yang didistribusikan oleh produsen ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, dilakukan uji sterilitas dan toksisitas secara menyeluruh.
"Kalau datangnya 10 juta dosis, itu tidak bisa semuanya dicek sterilitas dan toksistasnya. Ada sistemnya, ada randomnya. Tapi caranya bagaimana, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bisa menjawab," katanya.
Namun, sesuai pedoman edar vaksin, kata Hindra, BPOM wajib menguji sampel saat proses registrasi. "Ada rumusnya harus berapa banyak. Vaksin AstraZeneca pun demikian," katanya.*
Baca juga: Satgas: Pemberian AstraZeneca non-batch CTMAV547 tetap dilakukan
Baca juga: Kota Malang terima tambahan vaksin AstraZeneca 100 ribu dosis
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021