... Polarisasi itulah yang membuat masyarakat kita terpecah-belah dan secara tidak sadar akan menghancurkan bangsanya sendiri dari dalam...
Jakarta (ANTARA) - Penggerak Milenial Indonesia (PMI) menyebutkan politik identitas kurun waktu lima tahun belakang ini menjadi salah satu momok bagi indeks demokrasi Indonesia.
Koordinator Penggerak Milenial Indonesia (PMI), M Adhiya Muzakki, di Jakarta, Kamis, mengatakan, penurunan indeks demokrasi di Indonesia secara garis besar ditandai maraknya fenomena politik identitas, intoleransi, dan radikalisme.
Baca juga: Maraknya politik identitas penyumbang penurunan indeks demokrasi
Polarisasi, kata dia, masih terjadi hingga hari ini. "Polarisasi itulah yang membuat masyarakat kita terpecah-belah dan secara tidak sadar akan menghancurkan bangsanya sendiri dari dalam," kata dia.
Baca juga: Politik identitas "menggurita" akibatkan indeks demokrasi turun
Ia menyatakan, kehadiran ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang menilai sistem pemerintahan demokrasi dan Pancasila adalah thaghut juga jadi ancaman serius terhadap demokrasi di Indonesia.
Baca juga: Pentingnya tradisi berpikir rasional menyikapi persoalan demokrasi
Keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas radikalisme, intoleransi di Indonesia, menurut dia, patut diacungi jempol. "Kami apresiasi upaya pemerintah atas keseriusannya memberantas ormas ormas intoleran berpaham radikal," ucapnya.
Ia berpendapat ke depan Indonesia masih akan menemui sejumlah tantangan. "Kami yakin, indeks demokrasi Indonesia akan membaik di sisa masa jabatan pemerintahan era Jokowi," ujarnya.
Baca juga: Indeks Demokrasi Indonesia gambarkan keberadaan demokrasi di daerah
Ia menyebut hal itu angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Namun menurut dia hal itu terhitung wajar, sebab secara global indeks demokrasi dunia menurun dibandingkan 2019.
"Rata-rata skor indeks demokrasi dunia tahun ini tercatat 5,37, menurun dari yang sebelumnya 5,44. Angka ini pun tercatat sebagai rata-rata skor terendah sejak EIU merilis laporan tahunannya pada 2006 silam," ujarnya.
Pewarta: Boyke L Watra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021