Bengkulu (ANTARA News) - Mesin jahit yang digunakan untuk menjahit sang saka Merah Putih pertama dan kini tersimpan di rumah Fatmawati yang merupakan istri proklamator kemerdekaan RI, Soekarno kondisinya dalam keadaan terawat.

"Mesin jahit ini sangat sederhana hanya digerakkan dengan tangan tidak seperti mesin yang ada sekarang," kata pengurus Rumah Fatmawati Bengkulu, Bayu Suwondo, Selasa.

Mesin yang merupakan salah peninggalan sejarah kemerdekaan Indonesia itu masih tersimpan dengan baik disalah satu kamar pada rumah itu.

Ia mengatakan biaya untuk perawatan benda-benda bersejarah itu bersumber dari pemerintah Bengkulu.

Selain mesin itu, peninggalan sejarah dari rumah istri proklamator berupa foto-foto sejarah masa kecil Fatmawati hingga menikah dengan presiden pertama Republik Indonesia dan lukisan Fatmawati.

"Lukisan ini merupakan lukisan asli dari zaman dulu,"katanya.

Ia mengatakan barang yang telah mengalami penggantian karena keadaannya yang sudah usang adalah kasur dan bantal yang pernah digunakan Fatmawati.

"Kasur dan bantal ini sudah diganti dengan yang baru karena telah usang tetapi tempat tidurnya tidak," katanya.

Didalam ruangan itu juga terdapat puisi buatan Fatmawati dan presiden Sukarno yang terkenal dengan jiwa seninya.

"Puisi "Sarinah" ini merupakan puisi yang dibuat presiden Sukarno untuk Fatmawati," katanya.

Untuk pengunjung tempat itu ia mengatakan rata-rata adalah pelajar selain itu juga orang-orang dari luar Provinsi Bengkulu yang ingin mengetahui salah satu bukti sejarah didaerah ini.

"Pengunjung biasanya banyak pada saat ada perayaan di Bengkulu seperti saat Seleksi Tilawatil Quran (STQ) dan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu," katanya.

Fatmawati yang merupakan wanita keturunan Bengkulu tersebut dikaruniai lima orang anak ketika menikah dengan Presiden Sukarno.

"Hanya Guruh dan Sukmawatiyang sering berkunjung kerumah ini," katanya.

Ia mengharapkan agar peninggalan sejarah tersebut selalu dipelihara sehingga keberadaannya dapat disaksikan oleh generasi penerus mendatang.
(ANT213/M027)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010