Jaksa, saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis, beralasan keterangan ahli ITE dari penasihat hukum melampaui keahliannya.
Oleh karena itu, jaksa hanya akan menggunakan pendapat ahli ITE yang telah mereka hadirkan beberapa minggu lalu di persidangan.
Penuntut umum, pada persidangan sebelumnya (17/5) menolak keterangan dua saksi fakta dari kubu terdakwa. Jaksa beralasan keterangan saksi lebih mirip seperti pendapat ahli.
Baca juga: Jaksa tolak keterangan dua saksi fakta kubu Jumhur Hidayat
Terkait penolakan itu, Ketua Majelis Hakim Agus Widodo saat sidang meminta jaksa menuliskan keberatannya dalam tanggapan secara tertulis.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum terdakwa, Arif Maulana, mengatakan sikap jaksa justru merugikan pihaknya sendiri, karena penasihat hukum telah menghadirkan seorang ahli ITE yang kompeten sehingga penuntut umum seharusnya dapat menggali pendapat ahli lebih dalam terkait kasus Jumhur.
“Justru jaksa keberatan itu aneh ketika jaksa tidak menggunakan kesempatannya. Namun, itu hak mereka,” kata Arif yang saat ini aktif menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta saat ditemui usai persidangan.
Sementara itu, Koordinator Tim Kuasa Hukum/Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) Oky Wiratama mengatakan pihaknya menghadirkan ahli ITE langsung dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
Baca juga: Dua saksi fakta tegaskan demo tolak Omnibus Law tak diprovokasi Jumhur
“Dalam konteks UU ITE yang paling ahli menurut kami adalah Kominfo. Beliau (ahli, red) salah satu bagian yang ikut dalam perumusan UU ITE,” terang Oky.
Tim kuasa hukum Jumhur pada sidang di PN Jakarta Selatan menghadirkan Josua Sitompul yang saat ini aktif sebagai Koordinator Hukum dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo RI sebagai ahli ITE.
Dalam sidang yang berlangsung selama kurang lebih dua jam itu, Josua menerangkan beberapa isu, antara lain, pemaknaan isi Pasal 28 ayat (2) UU ITE, prosedur hukum memperoleh bukti elektronik, dan analisis terhadap suatu unggahan demi membuktikan adanya unsur pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE.
Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sekaligus Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) didakwa oleh jaksa telah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.
Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dakwaan jaksa itu bersumber pada cuitan Jumhur di media sosial Twitter tertanggal 7 Oktober 2020. Isi cuitan itu, “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Oky: Saksi sebut cuitan Jumhur bukan pemicu mahasiswa demo UU Ciptaker
Dalam cuitannya, Jumhur turut mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.
Sidang untuk kasus Jumhur akan kembali berlangsung Senin (24/5) dengan agenda mendengar pendapat ahli dari tim kuasa hukum terdakwa.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021