Jakarta (ANTARA News) - Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN yang pada 8 Agustus lalu berusia 43 tahun bertekad membentuk masyarakat ASEAN, tidak hanya di bidang politik, sosial dan budaya, tapi juga ekonomi dalam bentuk pasar bebas.
Secara bertahap sejak 1992 negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah sepakat melaksanakan perdagangan bebas intra-ASEAN (AFTA) secara bertahap, dimulai dari perdagangan bebas untuk barang, kemudian jasa, sampai investasi, sebelum akhirnya kelak terintegrasi dalam masyarakat ekonomi ASEAN pada 2020.
Potensi pasar ASEAN mencapai sekitar 591 juta jiwa yang 80 persen di antaranya berusia produktif yaitu di bawah 45 tahun. Selain itu, GDP per kapita juga terus meningkat dari 960 dolar AS pada 1998 menjadi 2.521 dolar AS pada 2009, dan total GDP mencapai 1,5 triliun dolar AS tahun lalu.
Indonesia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN -- bersama Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, dan Brunei Darussalam -- memainkan peranan sangat penting, tidak hanya di bidang politik, tapi juga ekonomi mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk paling besar di kawasan Asia Tenggara.
Apakah Indonesia sebagai pasar terbesar siap menghadapi pasar bebas ASEAN pada 2015 baik untuk barang, jasa, dan investasi? Bagaimana kemampuan Indonesia menangkap peluang ekonomi sejak ditandatanganinya AFTA pada 1992?
Di sela-sela jadwalnya yang sangat padat Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memaparkan secara khusus kepada ANTARA mengenai pencapaian manfaat ekonomi ASEAN bagi Indonesia dan komitmen Indonesia terhadap terbentuknya masyarakat ekonomi ASEAN, serta strategi dalam menghadapinya.
Mantan pengamat ekonomi CSIS itu menyebut AFTA merupakan arena uji coba Indonesia sebelum melangkah ke persaingan global. Ia mengakui tidak semua sektor siap menghadapi persaingan bebas, terutama di sektor jasa.
"Memang ada satu atau dua bagian dari sektor itu yang belum siap. Yang penting kita punya rencana aksi," ujarnya optimis.
Adanya rencana aksi itu pula yang membuat ia optimis masalah lonjakan harga kebutuhan pokok selama puasa dan menjelang maupun setelah Lebaran bisa diatasi.
"Soal harga yang penting gejolaknya, kalau lonjakannya di atas 20 persen tentu kita harus melakukan sesuatu," katanya.
Berikut petikan lengkap wawancara ANTARA dengan menteri yang sudah dua periode memimpin Kementerian Perdagangan pada Kabinet Indonesia Bersatu itu.
ANTARA : Bagaimana perkembangan perdagangan intra-ASEAN setelah pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas (AFTA), adakah dampak positif yang bermakna bagi Indonesia?
Mendag: AFTA sudah selesai diimplementasi pada 2001 untuk 90 persen produk. Saya rasa manfaat utamanya berupa peningkatan perdagangan kita dengan negara-negara ASEAN yang lain. Misalnya, sampai saat ini Singapura dan Malaysia tetap menjadi leading partner kita yang kelima dan keenam terbesar, dan pertumbuhannya relatif tinggi. Perdagangan kita dengan negara ASEAN yang lain seperti Thailand juga mengalami peningkatan.
Inti spirit awal kerjasama dengan ASEAN adalah kita menggunakan ASEAN sebagai wilayah percobaan sebelum melangkah ke persaingan global. Kita ingin masuk ke persaingan global ini secara bertahap. Kita mulai dengan kawasan ASEAN lebih dulu, mulai dari (perdagangan bebas) barang kemudian investasi.
Kita bisa lihat bahwa sekarang cukup banyak perusahaan Indonesia yang melakukan investasi di negara anggota ASEAN, seperti di Malaysia, Thailand, Vietnam, maupun Kamboja. Kita bisa menemukan perusahaan seperti Indofood, perusahaan obat seperti Kalbe dan Dexa, serta perusahaan makanan dalam negeri masuk ke negara-negara anggota ASEAN sehingga brand seperti Aqua, Indomie dan merek-merek obat kita cukup punya keberadaan di pasar ASEAN.
Selain itu, semangat kerja sama ekonomi ASEAN lainnya adalah menjadikan kawasan itu sebagai basis produksi regional di mana setiap negara memproduksi barang tertentu dan saling bertukar produk untuk memasok kebutuhan negara yang lain.
Jadi produksi di satu negara dilakukan untuk memasok kebutuhan negara ASEAN yang lain. Misalnya kita ekspor mobil sedan jenis tertentu ke Thailand, tapi juga mengimpor mobil jenis lain dari negara itu.
Pola perdagangan yang seperti itu sudah terlihat pada produk kosmetik dan makanan. Contohnya produk kosmetik yang dibuat Unilever, sabun yang diproduksi di sini diekspor ke negara ASEAN yang lain dan produksi shampo mereka di Thailand dijual di sini. Pola yang berkembang seperti itu terdokumentasi cukup baik dari segi positif benefit yang muncul.
Unilever juga melakukan ekspansinya di Indonesia dalam dua tiga tahun terakhir untuk mengantisipasi pasar ASEAN yang lebih besar lagi karena kita juga punya FTA (perjanjian perdagangan bebas) dengan RRC dan yang lain.
ANTARA : Tadi disebutkan bahwa kita menjadikan ASEAN sebagai wilayah percobaan untuk masuk ke wilayah persaingan pasar bebas yang lebih luas. Dalam hal ini apakah daya saing Indonesia sudah cukup kuat di ASEAN?
Mendag : Itu per sektor, untuk produk pertanian yang bisa kita ekspor seperti Crude Palm Oil (CPO). Saya rasa daya saing kita cukup kuat. Tapi ada yang belum dimanfaatkan secara optimal seperti hortikultura. Dengan Singapura, baru-baru ini kita baru memasok sekitar enam persen dari kebutuhan sayur-mayur negara itu, padahal seharusnya potensinya lebih besar dari itu. Kita harus meningkatkan daya saing kita dalam hal itu.
Sementara untuk produk yang lain seperti pakaian jadi, makanan, minuman dan obat-obatan saya kira kita cukup bisa bersaing dengan negara-negara yang lain.
ANTARA : Sektor-sektor mana saja yang akan dipercepat pembangunannya dalam kerangka kerja sama ekonomi ASEAN?
Mendag : Sektor prioritas dalam integrasi ekonomi ASEAN sebenarnya ada 12, tujuh sektor barang yakni tekstil dan produk tekstil, otomotif, produk berbasis kayu, produk berbasis karet, barang-barang elektronik dan perikanan. Kemudian lima sektor jasa yakni produk-produk pemeliharaan kesehatan, pariwisata, transportasi udara, e-ASEAN yang meliputi peralatan komunikasi dan telekomunikasi serta logistik.
Dari keduabelas sektor tersebut sebelas di antaranya direalisasikan pada 2011. Sedangkan untuk logistik targetnya tahun 2013. Sektor yang belum selesai tahun 2015.
ANTARA : Apakah untuk sektor-sektor yang menjadi prioritas itu Indonesia sudah siap?
Mendag : Saya rasa untuk sektor barang tidak ada masalah, tapi untuk sektor jasa yang masih perlu dilihat lagi. Kalau kita memang ada satu atau dua bagian dari sektor itu yang belum siap, ya.. yang penting kita punya rencana aksi. Soalnya kita memang agak asimetri dengan negara lain, karena kita negara besar.
Ambil contoh dalam hal transportasi udara, seperti kebijakan open sky . Implementasinya antara Indonesia sebagai negara besar dengan 26 bandara internasional dibandingkan Singapura yang cuma punya satu (bandara), beda. Kita harus menyiapkan 26 bandara, tentu tidak mungkin bisa selesai dalam waktu yang diberikan. Karena itu, kita melakukannya secara bertahap. Misalnya kita sudah siap dengan lima bandara, berikutnya bertahap sesuai kemampuan kita.
Sama juga dengan single window, tidak mungkin bisa langsung (melaksanakan) untuk seluruh Indonesia. Jadi kita mulai dulu dengan Tanjung Priok, kemudian Tanjung Perak, dan seterusnya.
ANTARA : Hambatan apa yang paling besar dalam menghadapi pasar intra-ASEAN, terutama di sektor jasa?
Mendag : Dari sisi barang, yang sudah kita capai dengan AFTA dan ASEAN Trade in Good Agreement sampai dengan tahun ini, saya pikir kita relatif siap. Untuk tahap berikutnya kita juga harus siap.
ANTARA: Untuk hambatan yang sifatnya nontarif bagaimana?
Mendag: Dalam tahap berikutnya yang harus bisa kita atasi supaya bisa mendapat akses pada pasar yang tersedia, yaitu hambatan non-tarif dan yang kedua masalah standar.
Untuk standar barang ada measure recognition agreement yang akan mulai berlaku tahun depan adalah untuk barang elektronik.
Tapi barang-barang otomotif dan yang lain juga akan masuk, dan adanya harmonisasi standar pada 2015 merupakan pekerjaan rumah besar buat kita. Ini penting buat kita sendiri -- terlepas dari ASEAN -- untuk meningkatkan standar produk dalam negeri. Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan bagian dari keseluruhan persiapan untuk pencapaian standar.
Kita mempersiapkan produsennya serta mempersiapkan perangkat dan infrastruktur supaya standar terpenuhi. Pada proses sertifikasi, ada laboratorium yang cukup untuk mengecek standar. Juga ada pengawasan. Kita harus siap.
Pada sektor jasa juga ada isu standardisasi, terutama dalam penyediaan layanan profesional seperti akuntan, dokter, praktisi kesehatan gigi, perawat, arsitek, dan pengacara. Semua pelayanan profesional juga secara bertahap akan dibuka sampai tahun 2015.
Dalam hal ini kita bicara sertifikasi pada tingkat sumber daya manusia (SDM). SDM kita di bidang profesi dan tenaga trampil dari segi standar juga harus memenuhi standar nasional, yang diharapkan bisa merujuk ke sistem standardisasi internasional.
Untuk juru rawat misalnya, kita anggap ada potensi, tapi harus ditingkatkan kapasitasnya dan ada kesepakatan dalam negeri mengenai standarnya. Standar sertifikasi perawat kita seperti apa, itu yang tadi kita bahas dalam rapat koordinasi.
Menurut Kementerian Kesehatan sudah disiapkan standar untuk dokter dan dokter gigi. Ada majelis kedokteran dan kedokteran gigi yang sudah sepakat standarnya seperti apa dan persiapannya seperti apa.
(Menteri Perdagangan juga memaparkan tentang kerjasama bidang investasi dengan negara-negara anggota ASEAN. Menurut dia pemerintah sudah melakukan persiapan untuk menyongsong penerapan perjanjian investasi ASEAN yang targetnya mulai Oktober tahun ini)
Mendag : Intinya bagaimana investasi dibuka, yang mana yang tetap untuk dalam negeri dan yang mana yang dibuka untuk negara lain. Itu semua bagian dari persiapan di dalam negeri. Untuk investment ada "ASEAN Comprehensive Investment Agreement" (ACIA) yang juga penting.
Inti ACIA memberikan preference kepada investor ASEAN untuk diperlakukan sebagai investor domestik. Kita sudah dalam tahap finalisasi preservation list yang terkait dengan Daftar Negatif Investasi (DNI) dan juga proses ratifikasi dalam negeri supaya kita bisa diimplementasi bulan Oktober tahun ini.
ANTARA: Kesiapan kementerian lain untuk tahun 2015 bagaimana, karena kami khawatir justru akan lebih banyak (barang dan jasa dari negara lain) yang ke Indonesia?
Mendag : Kita harus selalu melihatnya dari kepentingan nasional. Itu selalu menjadi tolok ukur, kepentingan nasional. Istilahnya melindungi kepentingan nasional. Tapi dalam rangka kepentingan nasional juga kita harus memanfaatkan peluang yang ada. Itu berpulang sebenarnya kepada bagaimana kita mengerjakan pekerjaan rumah kita, mempersiapkan masing-masing sektor. Bukan hanya pemerintah, tapi juga pemangku kepentingan di masing-masing sektor itu.
Indonesia akan menjadi tuan rumah ASEAN tahun depan. Jadi ini benar-benar harus dipersiapkan. Kita sudah rapat beberapa kali di tingkat menteri koordinator. Kami akan terus mendorong agar masing-masing sektor mempersiapkan dan mulai benar-benar mengevaluasi, apakah sampai saat ini sudah berjalan sesuai jadwal atau tidak, dari segi komitmen kita.
Kalau belum bisa, kalau kita butuh waktu lebih lama, atau ada hal yang belum kita lakukan, karena kepentingan nasional yang membuat kita belum siap, harus ada rencana aksi sampai 2015. Kalaupun belum bisa 100 persen tepat waktu, masih dimungkinkan dalam ASEAN, asal jelas program aksi kita.
Hal itu juga penting dalam rangka menertibkan dan membuat ASEAN lebih menjadi entitas hukum yang jelas dan dengan rencana yang jelas. Kalau tidak ya, ASEAN tidak akan bisa bersaing dalam perkembangan regional dan dunia yang demikian pesat.
Kita harus memperkuat ASEAN. Kalau tidak kita akan larut hilang dalam persaingan Asia, di mana ada China dan India yang demikian besar. ASEAN akan menjadi seperti satu negara, atau wilayah bila arus barang, jasa, dan investasi berjalan dengan baik diantara negara-negara anggotanya.
Kalau ASEAN dihitung sebagai satu wilayah, maka ekspor Amerika ke China akan sama besar dengan ekspor Amerika ke ASEAN. Jadi kita sangat bisa bersaing. Bahkan investasi Amerika ke ASEAN bisa lebih besar dari pada investasi negara itu ke China. Oleh karena itu, kita harus memperkuat entitas ini (ASEAN) sebagai satu kesatuan, yang saya selalu katakan sebagai "roda ketiga Asia" yang sangat besar pengaruhnya bagi pemilihan ekonomi global. Bobot ekonomi ASEAN akan hampir sama dengan India dan China.
ANTARA : Untuk AFTA maupun kerja sama ASEAN lainnya, terkesan pemerintah lebih banyak mengambil peran, sementara yang lain hanya mengikuti, apakah benar demikian? Selanjutnya bagaimana mendorong hubungan antara pelaku bisnis, usaha kecil menengah (UKM) dan hubungan antar people to people?
Mendag : Itu setengah benar lah ya, karena dalam diskusi, kami juga melibatkan banyak dunia usaha, seperti pada "The ASEAN Federation of Textile Industries (AFTI) dimana Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menjadi anggota. API sangat aktif dalam memperjuangkan kepentingan mereka dalam konteks ASEAN. Tapi memang ada beberapa yang kurang aktif.
Ini (kerja sama antar pelaku bisnis) harus didorong. Sejak dua tahun lalu dalam konteks pertemuan menteri ekonomi ASEAN (AEM), kita memaksakan untuk meningkatkan dialog pemerintah dengan bisnis. Jadi itu lebih banyak dialog pemerintah dengan bisnis, kemudian bisnis ke bisnis. Bisnis ke bisnis ini yang belum terlalu lancar jalannya.
Apalagi kalau kita sudah masuk ke UKM. Kita sangat menyadari bagaimana melibatkan UKM dengan lebih terencana dan baik. Saya pikir harus benar-benar memperhatikan ini, mungkin dengan Kadin dan Apindo kita perlu mengidentifikasi sejumlah UKM yang bisa kita dorong. Dalam hal ini untuk menjelaskan kepada mereka supaya mengerti misalnya tentang surat keterangan asal ("Certificate of Origin") itu apa. Kita juga perlu memfasilitasi dengan benar-benar. Kita sudah beberapa kali melakukan roadshow ke Kamboja, ke Vietnam, dan lain sebagainya.
Kalau people to people relatif jalan tapi tidak harus selalu melalui jalur pemerintah. Saya rasa tahun depan kita akan mengangkat tema itu bagaimana meningkatkan hubungan people to people dan bagaimana pemahaman orang-orang tentang ASEAN di tingkat masyarakat. Mereka benar-benar harus memahami, apa ASEAN, dan apa untungnya bagi kita, mengapa kita harus masuk dalam masyarakat ASEAN.
Peran media dan anak-anak muda sangat penting dalam hal ini. "The next generation of ASEAN" ini yang harus dikelola, yakni pada tingkat pemuda dan masyarakat.
ANTARA : Apa agenda dan tujuan pemerintah dalam pertemuan menteri ekonomi ASEAN di Da Nang (Vietnam) nanti (22-24 Agustus)?
Mendag : Kalau di AEM maupun AEC (ASEAN Economic Community ), kita sudah punya rencana aksi dan cetak biru yang jelas, keluarannya pada tanggal sekian harusnya begini. Ada proses evaluasi dan monitoring. Itu beberapa agenda dalam pertemuan AEC dan AEM.
Efektifitas pencapaian target AEC juga akan dibahas. Dalam hal ini memang ada beberapa sektor yang implementasinya lebih lambat dari yang lain misalnya sektor transportasi, bukan hanya di Indonesia tapi secara menyeluruh. Perwakilan dari kementerian sektor terkait, dalam hal ini transportasi, akan hadir untuk menjelaskan mengapa ada kelambatan..
Akan dibahas pula mengenai regional architecture." Intinya ASEAN harus diperkuat, itu selalu menjadi pembahasan utama, apakah dalam cetak biru AEC atau kelembagaannya. Juga penguatan kapasitas, itu penting untuk terus dijalankan, selain hal-hal yang tadi anda angkat. Juga bagaimana equitable menjadi bagian dari itu.
Dalam konteks regional, akan dibahas hubungan ASEAN dengan Jepang, Korea, India, China, Australia dan Selandia Baru selanjutnya seperti apa. Kalau kita mengikuti apa yang telah disepakati di AMM (pertemuan menteri ASEAN) di tingkat menteri luar negeri, mereka sudah sepakat EAS ("East Asia Summit") yang akan mengundang juga Rusia dan Amerika untuk tahun depan.
Ini harus diangkat ke tingkat kepala negara pada Oktober, apa akan disepakati. Posisi Indonesia, daripada kita membuat forum baru lebih baik kita perluas EAS untuk merangkul dua kekuatan ekonomi yang kita anggap harus menjadi bagian dari regional architecture ini.
Dalam AEC yang akan datang ada usul untuk pertemuan pertama kalinya dengan Rusia, antara AEM dengan Rusia, ini lebih di level ekonomi. Perluasan ini masuk akal. Indonesia berharap ini yang akan disepakati oleh para pemimpin akhir tahun. Yang penting dari segi kerja sama ekonomi adalah bagaimana kepentingan kita, kita kan sudah punya AEC, kita juga sudah punya FTA dengan enam negara ini. Dengan Amerika Serikat kita punya TIFA tapi dengan Rusia kita belum punya sesuatu. Ini adalah bagian dari kerangka arsitektur regional dalam perluasan yang harus kita kerjakan juga.
Dalam AEC juga akan dibahas masalah ASEAN Connectivity Masterplan. Ini terkait dengan infrastruktur, ICT Connectivity dan People to People Connectivity. Ini akan dibahas untuk menjadi masukan ke para pemimpin. Di AEM and AEC ini kita akan membahas juga mengenai ASEAN Logistic Master Plan. Ini penting bagi Indonesia karena kita sedang merampungkan National cetak biru konektivitas nasional, yang harus nyambung dengan ASEAN.
Untuk infrastruktur, ada infrastructure fund. Jepang telah menyediakan pendanaan infrastruktur untuk ASEAN Connectivity Master Plan maupun ASEAN Logistic Master Plan. Jepang dan China sudah menyediakan dana untuk ASEAN maupun bilateral dalam rangka infrastruktur yang dianggap membangun konektifitas. Bagi Indonesia, kalau kita mau terhubung ke ASEAN tentu terlebih dulu harus ada konektifitas domestik. Ini penting supaya kita bisa mendorong program infrastruktur kita jadi prioritas, tentunya ada yang didanai dari APBN. Dana dari Infrastructure Fund tentu harus kita dorong dan perjuangkan juga.
Dari Jepang katanya 500 miliar Yen, bukan hanya untuk ASEAN saja tapi juga untuk bilateral. Kalau China yang dia umumkan tahun lalu itu 15 miliar dolar AS.
ANTARA: Hal lain yang akan dibicarakan?
Mendag : Jantung dari AEC ada di "AEC Blueprint." Cetak biru ini harus jalan, supaya kita benar-benar menuju kepada ASEAN yang terintegrasi. Kalau tidak tepat waktu, apa yang akan kita lakukan supaya apakah dia tepat waktu, atau ada kasus Indonesia tidak bisa seluruhnya sesuai jadwal seperti yang seharusnya, karena negara kita besar, misalnya kalau kita harus siapkan 26 bandara tapi baru bisa lima atau enam maka kelima atau enamnya sudah bisa menggambarkan konektifitas yang penting.
Dan selanjutnya apa yang bisa kita lakukan, apakah itu penguatan kapasitas atau investasi yang harus dilakukan.
Mengenai Sembako
Selain masalah ASEAN, Mendag juga meluangkan waktunya untuk menanggapi isu terkini terkait lonjakan harga kebutuhan pokok selama puasa, menjelang dan setelah lebaran.
ANTARA: Bagaimana persiapan pemerintah menyediakan bahan pokok selama puasa dan Lebaran, serta apa yang dilakukan untuk menjaga agar kenaikan harga tidak tinggi?
Mendag: Pertama kita harus memantau apakah ini sesuatu yang luar biasa atau tidak, jika dibandingkan dengan periode puasa dan Lebaran tahun lalu. Mungkin untuk beberapa komoditi kenaikannya sedikit lebih tinggi dari pada biasa, tapi untuk komoditi yang lain tidak.
Biasanya sebelum hari pertama puasa memang ada lonjakan tapi nanti turun, dan naik lagi menjelang Lebaran sampai beberapa hari setelah Lebaran, karena banyak pedagang yang mudik.
Perlu dipahami bahwa itu adalah fenomena tahunan yang terjadi. Namun, kami juga paham bahwa ada beberapa komoditas yang harganya naik di luar faktor Lebaran dan puasa, yaitu beras.
Kenaikan harga beras mungkin terjadi karena faktor dari musim. Ada keterlambatan panen akibat kemarau basah yang panjang, dan kualitas (beras) yang turun.
Beras dan gula terpengaruh produksinya oleh kemarau yang basah. Kemarau basah itu mempengaruhi rendemen tebu, kualitas beras, juga transportasi dan distribusinya.
Untuk beras kita sudah punya instrumennya. Yang perlu kita tegaskan, stok itu cukup, baik beras, gula maupun komoditas yang lain selama puasa dan Lebaran, bahkan sampai akhir tahun.
Kita menilai sampai akhir tahun. Kalau ada kekurangan, pemerintah akan melakukan langkah-langkah antisipasi. Perhitungannya mulai dari sekarang. Apalagi mengingat situasi pangan dunia yang juga terpengaruh perubahan iklim.
Rusia misalnya telah melarang ekspor gandum. Ada banjir di Pakistan. Ada longsor dan banjir di RRC dan India. Ini mempengaruhi stok pangan dunia yang akhirnya berpengaruh pada harga dunia dan Indonesia.
Ini yang sudah kita antisipasi dan terus kita monitor, sudah ada tim stabilisasi bahan pokok yang dibentuk 2008 di bawah pimpinan Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dengan Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar sebagai wakil. Kita monitor hari per hari.
ANTARA: Apa yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kekurangan stok akibat banyak bencana alam di dunia?
Mendag : Untuk beras ada operasi pasar di titik-titik dimana harga beras cenderung naik. Ada penyaluran Raskin (beras untuk rakyat miskin). Sampai beberapa hari lalu yang tersalur sudah 87 persen untuk bulan Agustus. Rencananya jatah Raskin bulan September akan disalurkan Agustus, dan akan diselesaikan sebelum akhir Agustus.
Penyaluran Raskin sangat berpengaruh pada stabilisasi harga karena kita bicara kira-kira 500 ribu ton yang akan masuk ke pasar, hampir 20 persen dari konsumsi dalam satu bulan yang masuk dengan harga Rp1.600 per kilogram. Itu seharusnya berpengaruh ke harga. Juga ada operasi pasar beras di tingkat beras murah dan beras medium. instrumen ini sudah kita lakukan.
Sedangkan untuk gula, produksi diperkirakan kurang dari tahun lalu, karena pengaruh cuaca. Kita sedang menghitung untuk sampai akhir tahun. Berapa stok akhir tahun dan kekurangannya untuk mengisi lima bulan pertama tahun depan -- saat tidak ada produksi dalam negeri -- untuk mengetahui keperluan impor kita berapa. Ini kita lakukan rutin tiap tahun untuk meyakini kecukupan stok untuk musim produksi berikutnya. Selain itu, juga dilakukan optimalisasi produksi melalui revitalisasi pabrik gula, peningkatan rendemen sudah dilakukan tapi memang cuaca tidak bersahabat.
Untuk daging, sampai dengan puasa dan Lebaran stok cukup. Yang harus dipastikan adalah stok cukup, supaya mereka yakin bisa melepas stok yang ada untuk puasa dan Lebaran. Kami sudah minta datanya ke Mentan untuk jumlah impor daging maupun kemampuan stok daging sapi bakalan (daging lokal).
ANTARA : Kalau soal harga (kebutuhan pokok) apakah pemerintah bisa intervensi?
Mendag : Soal harga yang penting gejolaknya, kalau lonjakannya diatas 20 persen tentu kita harus melakukan sesuatu. Kalau daging yang penting dipastikan stok cukup sampai akhir tahun, dengan begitu kita yakin harga bisa dikendalikan.
Ini masalah stok. Selalu masalah stok dan produksi, yang penting dalam penyikapan kita untuk pengelolaan harga. Kalau cabai kan tidak bisa di-stok. Tapi kita lihat tren sudah ada kecenderungan turun, walaupun belum sampai normal.
Harga cabai masih tinggi karena masih terpengaruh cuaca, kemarau basah sampai sekarang masih berlangsung. Kalau (harga) cabai memang sudah tidak bisa diintervensi. Akhirnya ada penyesuaian, orang mengurangi konsumsi atau memakai yang kualitasnya lebih rendah.
ANTARA : Menjelang Lebaran biasanya banyak barang kedaluwarsa dijual untuk parcel. Apa yang dilakukan untuk memastikan tidak ada barang kedaluwarsa beredar di pasaran?
Mendag : Kita dengan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) sebagai badan pengawas yang bertanggung jawab serta pemangku kepentingan terkait seperti asosiasi ritel dan penyalur sudah ada kesepakatan. Tiap tahun ditegaskan, jangan menggunakan kesempatan ini untuk membuang barang kedaluwarsa.
Kita juga melakukan inspeksi bersama. Pengawasan kita lakukan dengan bijak supaya tidak mengganggu distribusi. Distribusi harus benar-benar dijaga supaya tidak terganggu.
Ada tim interdep termasuk BPOM dan lembaga perlindungan konsumen yang melakukan pengawasan dan ini diintensifkan.
ANTARA : Apa sanksi bagi yang melanggar?
Mendag : Sesuai aturan mereka harus menarik barang. Untuk sektor ritel mereka sudah ada kesepakatan bahwa kalau misalnya saya belanja di toko anggota Aprindo (Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia) dan menemukan barang kedaluwarsa, maka saya bisa membawanya ke gerai untuk mendapatkan penggantian uang senilai dua kali lipat dari harga barang bersangkutan.
Coba di tes saja, karena sudah seharusnya mereka (perusahaan ritel) lakukan. Kesepakatan sudah dari dua tahun lalu, waktu itu peluncurannya di Hypermart.
Mendag Mari Elka Pangestu nampaknya optimistis bahwa kenaikan harga masih bisa dikendalikan, selama stok dan pasokan kebutuhan masih cukup. Ketersediaan stok beberapa komoditas termasuk beras, gula, dan daging, diyakini akan mampu menekan kemungkinan pedagang penimbunan barang yang menyebabkan lonjakan harga.
(.R016*M035*E014/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010