Makassar (ANTARA News) - Detasemen Khusus 88 Antiteror Polda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat menyita sebanyak 100-an kilogram daging penyu di Pasar Pa`baeng-baeng Makassar.

Kepala Tim Teknis Investigasi Densus 88 Antiteror Polda Sulsel, AKP Usman Iskandar yang memimpin penyitaan itu, Sabtu, mengatakan, jika binatang laut seperti penyu masuk dalam kategori yang dilindung oleh Undang Undang.

Peredaran daging penyu yang sedianya dioplos dengan daging sapi dan daging kerbau ini, sudah lama diendus polisi. Berdasarkan laporan warga, praktik mencampur daging dengan penyu ini sudah dilakukan sejak lama.

"Kita sudah lama mengendus praktek pengoplosan ini dan setelah cukup bukti kami langsung melakukan pemeriksaan dan berhasil mengamankan seratusan kilogram daging penyu ilegal," katanya.

Daging penyu yang diangkut dengan menggunaka mobil APV warna merah dengan nomor polisi (nopol) DD 858 HJ kemudian dibuntuti hingga menuju Pasar Pa`baeng-baeng.

Setelah pemilik daging Daeng Ngunjung (38) menurunkan seluruh daging ilegal itu kemudian langsung didatangi oleh sejumlah polisi dan diuji kebenaran informasi warga tersebut.

Daeng Ngunjung kemudian mengaku jika daging penyu tersebut diambil dari nelayan pulau di Kabupaten Takalar dalam bentuk yang sudah dipotong-potong.

"Penyu itu saya beli dari nelayan yang ada di Tana Keke, Liukang. Saya kumpul dulu nanti kalau sudah banyak baru diolah," katanya.

Dalam sepekan, pelaku mampu mengumpulkan sekitar 400 kilogram daging penyu. Setiap penyu mampu menghasilkan 20 kilogram daging. Meski tak mau menyebutkan harganya, ia mengaku mendapat untung yang besar.

Bersama Zainal, polisi juga menangkap Daeng Nawang yang diduga sebagai pembeli daging penyu. Kedua orang itu diserahkan ke Polsekta Tamalate untuk kepentingan pemeriksaan.

Usai melakukan penyitaan itu, anggota Densus 88 Polda Sulselbar kemudian menyerahkan pelaku dan barang bukti tersebut ke Polsekta Tamalate yang masuk dalam wilayah hukumnya.

Kapolsekta Tamalate AKP Suaeb A Madjid mengatakan, penyitaan daging yang dilakukan oleh anggota Densus karena diduga binatang tersebut dilindungi.

Atas perbuatannya itu, pelaku akan dijerat dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang sumber daya alam hayati dan ekosistem.

"Untuk sementara belum ada yang ditetapkan tersangka. Kami akan koordinasi lebih dahulu dengan saksi ahli," terangnya.(*)
(ANT/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010