Makassar (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan dakwaan terhadap Agung Sucipto, selaku terdakwa kasus suap terhadap Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah dengan minimal lima tahun penjara serta denda atau pengganti masa kurungan sebesar Rp250 juta.
"Terdakwa didakwa pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b, dan dialternatifkan dilapis dengan pasal 13 Undang-undang Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana," tutur JPU KPK, M Asri usai sidang virtual di kantor Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa.
Baca juga: KPK limpahkan berkas perkara penyuap Nurdin Abdullah ke pengadilan
Agung Sucipto diketahui sebagai pemilik PT Agung Perdana Bulukumba. Dalam dakwaan JPU disebut perannya sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah. Bahkan terdakwa sudah dua kali memberikan uang kepada yang bersangkutan sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Jumlah dana suap diterima, ungkap Asri, pertama dengan nilai 150 ribu dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur jalan Sungai Tangka awal tahun 2019, sedangkan untuk dana kedua, saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar pada awal Februari tahun ini.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.
Ia menegaskan, pihaknya tetap fokus untuk membuktikan dakwaan atas perbuatan suap oleh terdakwa termasuk sumber aliran dana lainnya.
"Kami fokus untuk membuktikan keterlibatan terdakwa dalam hal pemberian suap kepada Nurdin Abdullah, maupun menelusuri aliran dana lain diberikan kepada yang bersangkutan," paparnya.
Baca juga: Penyuap Nurdin Abdullah tahanan titipan di Lapas Makassar
Sedangkan untuk perantara yang menerima dana tersebut, kata dia, melalui Edy Rahmat selaku Sekertaris Dinas Prasana Umum Tata Ruang (PTUR) Pemprov Sulsel yang kini ditahan di rutan KPK Jakarta. Agung Sucipto sebagai kontraktor memang sering mendapatkan jatah proyek selama masa jabatan Nurdin Abdullah sebagai gubernur saat itu.
"Edy Rahmat diduga orang kepercayaan Nurdin Abdullah, maka nanti akan dibuktikan dalam persidangan selanjutnya dan akan terungkap kemana dan dari mana sumber aliran dananya apakah dari pemerintah setempat atau pihak lain, "ungkap dia menambahkan.
Sementara penasihat hukum terdakwa, M Nursal usai sidang saat ditanyakan apakah akan mengajukan eksepsi atau nota pembelaan, kata dia, tidak akan mengajukan dan lebih fokus pada pokok perkara.
"Kita ingin langsung kepada pokok perkara pembuktiannya, agar kasus ini bisa menjadi terang benderang serta cepat selesai, " ucapnya singkat menjawab pertanyaan awak media.
Baca juga: KPK menggeledah kantor tersangka penyuap Nurdin Abdullah
Sidang perdana tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim, Ibrahim Palino didampingi dua hakim anggota lainnya. Rencananya, sidang lanjutan akan digelar kembali pada Kamis, 27 Mei 2021 dengan agenda pemeriksaan 30 orang saksi-saksi baik dari unsur Pemerintah Provinsi maupun non pemerintah dalam hal ini pihak swasta lainnya.
Sebelumnya, tim KPK mengelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah orang di jalan Sultan Hasanuddin terkait dugaan suap, usai menerima laporan pada Jumat (26/2) malam. Direktur Utama PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto diketahui kala itu memberikan uang melalui Edy Rahmat, selalu Sekretaris Dinas PUTR Sulsel.
Usai transaksi, tim menangkap Agung Sucipto, saat perjalanan pulang menuju Kabupaten Bulukumba, sedangkan Edy Rahmat telah diamankan sebelumnya. Dalam proses pengembangan, tim bergerak ke Rumah Jabatan Gubernur Sulsel pada Sabtu (27/2) dini hari.
Tim selanjutnya menjemput Nurdin Abdullah karena disebut-sebut terlibat kasus dugaan suap proyek infrastruktur. Uang dua koper yang disita dari operasi tersebut senilai Rp2 miliar.
Baca juga: KPK amankan dokumen geledah rumah tersangka penyuap Nurdin Abdullah
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021