Israel adalah pencuri bersenjata yang telah memasuki rumah kami dan meneror keluarga kami, mereka menghancurkan rumah kami, menindas rakyat kami, generasi demi generasi
Washington DC (ANTARA) - Debat terbuka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) tentang konflik antara Israel dan Palestina, menyusul serangan di Gaza baru-baru ini, berakhir tanpa hasil yang konkret.
Pertemuan virtual pada Minggu (16/5) yang diikuti oleh pejabat Israel dan Palestina itu diinisiasi oleh China, Norwegia, dan Tunisia.
Dalam pidatonya, Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menggambarkan serangan Israel di wilayah pendudukan Palestina sebagai "kejahatan perang" dan mendesak DK PBB untuk menjatuhkan sanksi dan embargo senjata di Tel Aviv.
"Israel adalah pencuri bersenjata yang telah memasuki rumah kami dan meneror keluarga kami, mereka menghancurkan rumah kami, menindas rakyat kami, generasi demi generasi," kata Maliki.
Sebaliknya, Perwakilan Tetap Israel untuk PBB Gilad Erdan menyalahkan Hamas atas kekerasan itu dan menuduh kelompok itu "melakukan serangan terornya".
"Kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk membela rakyat kami," kata Erdan, menyerukan Dewan untuk mengutuk Hamas.
Dalam pidatonya, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak Israel dan Palestina untuk mengakhiri "siklus pertumpahan darah, teror, dan kehancuran yang tidak masuk akal" dan kembali ke negosiasi untuk solusi dua negara atas konflik tersebut.
"Permusuhan saat ini benar-benar mengerikan. Putaran kekerasan terakhir ini hanya melanggengkan siklus kematian, kehancuran, dan keputusasaan, dan mendorong lebih jauh ke cakrawala harapan untuk hidup berdampingan dan perdamaian," kata Guterres.
Dalam pidatonya, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menegaskan kembali seruan kepada semua pihak untuk memastikan perlindungan warga sipil, dan untuk menghormati hukum humaniter internasional.
"Siklus kekerasan saat ini harus diakhiri. Amerika Serikat telah bekerja tanpa lelah melalui saluran diplomatik untuk mencoba mengakhiri konflik ini," kata dia.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi meminta AS untuk "menyesuaikan" posisinya atas ketegangan Israel-Palestina.
Dia mengatakan karena terhalang oleh AS, DK PBB belum dapat berbicara dengan satu suara tentang Palestina.
"Kami meminta AS untuk memikul tanggung jawabnya, menyesuaikan posisi," kata diplomat China itu.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Vershinin angkat bicara, menyoroti perlunya segera mengakhiri konfrontasi.
"Kami yakin penting untuk segera mengadakan pertemuan kuartet mediator internasional Timur Tengah di tingkat menteri," kata Vershinin.
Dia juga mengatakan Rusia menganggap upaya untuk mengubah karakter geografis, demografis, dan sejarah serta status Yerusalem Timur menjadi batal demi hukum.
Sedangkan Perwakilan Tetap Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan kekerasan yang sedang berlangsung di seluruh Israel dan wilayah Palestina yang diduduki sangat memprihatinkan dan harus dihentikan.
"Saya mengulangi seruan perdana menteri saya bahwa kedua belah pihak mundur dan menahan diri. Siklus kekerasan ini harus diakhiri," kata Woodward.
"Inggris tetap berkomitmen pada solusi dua negara sebagai cara terbaik untuk secara permanen mengakhiri pendudukan dan membawa perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," kata dia, menambahkan.
Wakil Prancis Nicolas de Riviere mendesak DK segera bertindak untuk menghentikan kekerasan di Palestina dan Israel.
"Dewan ini harus bersatu untuk meluncurkan seruan dengan suara bulat agar segera menghentikan permusuhan. Ini adalah satu-satunya prioritas hari ini. Dan itu adalah tanggung jawab bersama kita," kata de Riviere.
"Solusi sebenarnya adalah membawa Israel menghentikan kebijakan pemukimannya di wilayah Palestina," kata utusan Prancis itu.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Malaysia kecewa PBB gagal kutuk kekerasan Israel
Baca juga: Ratusan orang gelar aksi bela Palestina di Surabaya
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021