Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai tidak ada masalah dalam substansi isi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang Ahmadiyah sehingga tidak perlu iperbarui.

"Saya rasa bukan itu (SKB) yang bermasalah. Tapi bagaimana setiap daerah ini lebih melihat persoalan dengan lebih cepat, dan mengambil tindakan," katanya di Jakarta, Kamis, ditemui setelah sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).

Menurut Gamawan, seharusnya daerah segera merumuskan dan mengambil tindakan jika ada gejala yang kurang baik.

Ia menuturkan bahwa pertikaian yang terjadi melibatkan penganut Ahmadiyah seperti yang terjadi di Kuningan, Jawa Barat, beberapa waktu lalu adalah karena penanganan yang tidak cepat.

"Pertikaian yang belakangan marak pun karena sudah terlanjur, jadi kerusuhan. Tapi jika sebelum itu ada peringatan dan deteksi dini, mungkin risikonya akan lebih kecil," ujarnya.

Selain pemerintah daerah, ujarnya, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) dan aparat keamanan juga memiliki peran untuk mencegah terjadinya pertikaian antarumat beragama.

"Jika kita lihat persoalan di Kuningan, itu prosesnya pasti tidak satu hari, karena ada bangunan yang diganti. Jadi seharusnya dapat dideteksi kemana arahnya ini," kata Gamawan.

SKB tentang Ahmadiyah ini melibatkan tiga menteri yakni Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung.

Ditinjau

Sebelumnya, sejumlah pihak memberikan masukan yakni Setara Institute dan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf Effendi agar pemerintah meninjau kembali SKB tiga menteri tentang Ahmadiyah

Setara Institute meminta pemerintah meninjau SKB karena bersifat diskriminatif dan disalahartikan ormas dan pemerintah daerah.

"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus memprakarsai penyusunan UU yang lebih tepat dalam menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Keberadaan SKB tiga menteri tentang pembatasan Ahmadiyah telah menjadi legitimasi dan konsideransi berbagai keputusan pemerintah daerah untuk melakukan penekanan atas jemaat Ahmadiyah," kata Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos kepada wartawan di Jakarta, Senin (9/8).

Hal itu dikatakan Bonar menanggapi adanya "diskriminasi " terhadap Jemaat Ahmadiyah di empat daerah di Jawa Barat yakni Bogor, Kuningan, Tasikmalaya dan Garut.

Menurut dia, SKB tiga menteri itu juga disalahartikan sebagai legitimasi bahwa penindakan terhadap Ahmadiyah dianggap benar, padahal SKB tiga menteri itu hanya mengatur pembatasan dan larangan kegiatan menyebarkan ajarannya kepada orang lain.

Ia menilai adanya tindak kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah di beberapa daerah menandakan terjadinya "multiple discrimination" kepada anak-anak dan kaum ibu, karena anak-anak dari kalangan Ahmadiyah merasa ketakutan dan gangguan.

Ditemui pada kesempatan sama, Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Zafrullah Ahmad Patih mengatakan SKB tiga menteri tidak melarang seluruh kegiatan Ahmadiyah, namun hanya melarang dan membatasi JAI untuk menyebarkannya kepada orang lain.

Sementara itu, Wagub Jabar Yusuf Effendi atau yang akrab disapa Dede Yusuf meminta agar SKB tiga menteri direvisi karena masih mengandung ketidakjelasan. Menurut dia, imbauan saja tidak cukup dan harus ada langkah nyata agar umat beragama memahami aturan tersebut.

(H017/A011/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010