Kabul (ANTARA News/AFP) - Militer Afghanistan mencapai jumlah sasaran 134.000 prajurit dua bulan lebih cepat dari yang dijadwalkan, kata sejumlah pejabat, Rabu, ketika negara itu menghadapi kekerasan Taliban yang meningkat.

Militer yang didukung dana milyaran dolar dari AS itu direncanakan mencapai jumlah 171.000 prajurit pada akhir tahun depan, namun batas waktu Oktober bagi 134.000 prajurit sudah tercapai, kata juru bicara kementerian pertahanan Mohammad Zahir Azimi.

"Kami dua bulan lebih cepat dari jadwal," kata Azimi kepada AFP.

Afghanistan, dengan bantuan negara Barat pendukungnya, berusaha membangun lagi militer dan polisi dalam upaya memikul tanggung jawab keamanan dari pasukan pimpinan pimpinan NATO dan AS pada 2014.

Saat ini jumlah polisi Afghanistan mencapai 100.000 dan akan ditingkatkan menjadi 134.000.

Panglima pasukan NATO pimpinan AS di Afghanistan Jendral David Petraeus memuji penyusunan militer negara itu dengan mengatakan, pembangunan kembali pasukan keamanan Afghanistan merupakan unsur utama dalam upaya koalisi untuk menstabilkan negara itu.

"Sungguh luar biasa kami bisa mengucapkan selamat kepada kementerian pertahanan hari ini atas pencapaian jumlah kekuataan sasaran untuk Oktober, dua bulan di depan jadwal," kata Petraeus dalam sebuah pernyataan.

Meski demikian, Taliban hingga kini masih menguasai sejumlah besar wilayah selatan dan meningkatkan perlawanan terhadap pasukan asing.

Rabu, serangan gerilya menewaskan seorang prajurit lain NATO di wilayah selatan, kata pasukan koalisi.

Dengan kematian terakhir itu, jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini mencapai 427, sementara sepanjang 2009 jumlah kematian hanya 520.

Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.

Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.

Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.

Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.

Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.

Saat ini terdapat lebih dari 140.000 prajurit internasional, terutama dari AS, yang ditempatkan di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi pemberontakan yang dikobarkan sisa-sisa Taliban.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO berkekuatan lebih dari 84.000 prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang lebih dari delapan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.

Delapan setengah tahun setelah penggulingan Taliban dari kekuasaan di Afghanistan, lebih dari 40 negara bersiap-siap menambah jumlah prajurit di Afghanistan hingga mencapai sekitar 150.000 orang dalam kurun waktu beberapa bulan, dalam upaya baru memerangi gerilyawan.

Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(*)
(Uu.M014/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010