"Sapi harus benar-benar terbebas dari penyakit endemik, sehingga tidak membawa jenis penyakit yang sebelumnya tidak ada di Indonesia," kata ahli penyakit hewan dari Universitas Gadjah Mada Prof Dr Warsito, di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan impor sapi boleh dilakukan asalkan pemerintah memperhatikan kualitas sapi, tidak sekadar memperhatikan kuantitas semata. "Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah sapi-sapi impor itu telah lolos uji penyakit atau tidak," katanya.
Menurut dia, bukan hanya bibit penyakit yang harus diperhatikan, tetapi juga ada atau tidak kandungan hormon pemacu pertumbuhan dalam sapi-sapi impor itu.
"Hasil penelitian baru-baru ini menunjukkan adanya daging dan hati sapi impor yang mengandung residu hormon pemacu pertumbuhan jenis trenbolon, ini berarti pemerintah kecolongan," katanya.
Warsito mengatakan residu hormon pemacu pertumbuhan tersebut bersifat bioakumulatif. Meskipun kadarnya hanya sedikit, tetapi jika masuk ke dalam tubuh akan mengendap dan lama kelamaan mengakibatkan kanker.
"Hormon pemacu pertumbuhan juga bersifat biopersisten, dan di dalam tubuh manusia hormon tersebut tidak dapat hilang, tetapi justru ikut dimetabolisme oleh tubuh," katanya.
Warsito menilai sebenarnya pemerintah sudah melakukan upaya yang cukup bagus terkait pengawasan terhadap kandungan penyakit dan zat adiktif dalam sapi impor. "Namun, perlu pemeriksaan kimia secara lebih detail agar tidak kecolongan lagi," katanya. (ANT158/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010