"Saya akan meluruskan persepsi salah yang beredar bahwa MK tidak pernah mengadili pidana yang terjadi, tapi tindakan yang ada dijadikan dasar keputusan," kata Mahfud saat pidato penandatanganan nota kesepahaman MK dengan Polri di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, tindak pidana pemilu yang terjadi menjadi wilayah Polri untuk menanganinya, sedangkan pelanggaran administrasi tetap menjadi wilayah KPU.
"MK tidak pernah melampaui batas kerja yang dimiliki, tetapi kami kerja berdasarkan porsi masing-masing," tegas Mahfud.
Ketua MK ini juga mengatakan bahwa dalam proses peradilan di mahkamah sering muncul kesaksian palsu, dokumen palsu, tanda tangan palsu, namun itu tidak menjadi dasar keputusan MK.
Maka dengan adanya nota kesepahaman antara MK dan Polri ini bisa menyelesaikan tindak pidana yang muncul tersebut, oleh pihak Polri.
Pada Selasa ini MK dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyepakati langkah penegakan hukum dalam penyelesaian tindak pidana pemilihan umum kepala daerah (pilkada) yang terungkap dalam persidangan MK.
Kesepakatan ini ditandatangani Nota Kesepahaman oleh Ketua MK Mahfud MD dan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri di Jakarta, Selasa.
Penandatangan Nota Kesepahaman ini didasarkan pada pertemuan antara ketua MK, ketua Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, Kapolri, ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam rapat koordinasi pada 7 Mei 2009 lalu.
Dalam pertemuan tersebut menyepakati bahwa tindak pidana pemilu yang belum diproses secara hukum, termasuk berhimpitan dengan tindak pidana umum, akan tetap diproses berdasarkan KUHP.
Dalam kesepakatan ini, MK akan memberikan data, informasi dan dokumen secara tertulis yang terkait dengan tindak pidana yang terungkap dalam persidangan perselisihan Pilkada di MK kepada Polri.
(J008/A041/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010