Jakarta (ANTARA) - Dua gempa bumi yang cukup kuat di dua daerah mengguncang ketenangan sebagian masyarakat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah atau Lebaran hari kedua pada Jumat (14/5).
Dari sisi letak geografis, keduanya memang berjarak ribuan kilometer dari Jakarta, tetapi tetap menjadi perhatian warga ibu kota sebagai sajian pengisi waktu di tengah pembatasan sosial untuk menekan penyebaran virus corona jenis baru (COVID-19).
Pertama, gempa bumi bermagnitudo 7,2 (kemudian dimutakhirkan menjadi magnitudo 6,7) terjadi di Kabupaten Nias Barat, Sumatera Utara, pada pukul 13.33 WIB. Meski dirasakan kuat oleh masyarakat setempat, namun tidak berpotensi tsunami.
Berdasarkan hasil rekaman seismograf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa bumi tersebut berada pada 0,10 LU dan 96,53 BT di laut pada kedalaman 19 kilometer (km).
Apabila ditarik garis lurus, maka jarak pusat gempa tersebut berada pada 141 km barat daya Nias Barat, 151 km barat daya Nias Selatan, 172 km barat daya Nias, 455 km barat daya Medan dan 1.339 km barat laut Jakarta.
Kepala Subbidang Direktorat (Kasubdit) Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nias Barat Hiramo mengatakan guncangan gempa bumi tersebut sempat membuat masyarakat panik dan keluar rumah.
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Kabupaten Nias Barat sedang melakukan kaji cepat dan berkoordinasi dengan instansi dan pihak terkait, namun belum ada laporan mengenai korban jiwa maupun kerugian materi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nias Barat Filipo Daeli mengatakan sampai saat ini dari data yang dikumpulkan, belum menerima laporan ada kerusakan yang diakibatkan gempa tersebut. Hal itu diduga karena pusat gempanya jauh.
Meski demikian, pihaknya terus mencari dan menghimpun data yang lebih detail di lapangan, kemungkinan adanya kerusakan terhadap bangunan maupun fasilitas lain dan korban jiwa.
BMKG mencatat sembilan gempa susulan usai gempa utama magnitudo 6,7 yang mengguncang Nias Barat, Sumatera Utara.
Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers secara virtual, hingga pukul 16.20 WIB telah tercatat sembilan gempa susulan dengan rentang magnitudo 3,3 hingga 5,3. BMKG telah mengeluarkan informasi awal gempa bumi magnitudo 7,2 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi magnitudo 6,7.
Kedua, gempa bumi magnitudo 5,1 mengguncang Sulawesi Utara pada pukul 15.17.43 WIB. Meski cukup kuat, namun gempa itu tidak berpotensi tsunami.
Pusat gempa berada pada kedalaman 23 kilometer. Pusat gempa bumi tersebut terletak pada 4,27 LU dan 127,83 BT di 131 kilometer timur laut Melonguane (Sulawesi Utara).
Gempa April
Kedua gempa bumi tersebut menambah deret hitung jumlah getaran bumi yang terjadi pada Mei ini. Peralatan BMKG mencatat semua getaran, baik kuat maupun lemah magnitudonya.
BMKG secara real time juga menyiarkan hasil pencatatan gempa di seluruh wilayah Indonesia. Dari kanal BMKG sebenarnya hampir tiap hari ada gempa di Indonesia, hanya saja yang menjadi perhatian publik adalah yang bermagnitudo besar.
Begitu juga media lebih mencurahkan perhatian kepada gempa yang bermagnitudo cukup kuat. Katakan minimal 5 magnitudo yang berpotensi menimbulkan dampak, setidaknya kepanikan di masyarakat.
Meski gempa bermagnitudo rendah atau kecil tidak menjadi perhatian publik, namun semua getaran bumi di Indonesia terekam seismograf BMKG. Rekaman itu tiap bulan direkap dan bisa menjadi bahan untuk kajian, analisis atau publikasi.
Pada 4 Mei lalu, misalnya, BMKG memublikasikan data gempa bumi yang terjadi di wilayah Indonesia. Jumlahnya mengejutkan, yakni terjadi 807 kali gempa tektonik sepanjang April 2021 di wilayah Indonesia.
Jumlah tersebut turun dibandingkan Maret yang tercatat sebanyak 916 kali. Menurut Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, gempa yang terjadi selama April 2021 didominasi gempa dengan magnitudo kecil di bawah 5,0 sebanyak 785 kali, turun dibandingkan Maret yang tercatat 896 kali gempa kecil.
Namun gempa signifikan dengan magnitudo di atas 5,0 jumlahnya meningkat, yaitu sebanyak 22 kali, sedangkan Maret hanya 20 kali.
Gempa dengan guncangan dirasakan oleh masyarakat selama April terjadi 69 kali. Jumlah ini meningkat dari bulan sebelumnya sebanyak 59 kali.
Sementara tercatat dua kali gempa yang merusak selama April 2021, yaitu gempa di selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur, dengan magnitudo 6,1 kedalaman hiposenter 80 km pada 10 April 2021 pukul 14.00.15 WIB. Gempa ini menelan korban jiwa sebanyak 10 orang meninggal dunia, lebih dari 100 orang luka-luka dan lebih dari 2.400 rumah rusak.
Selanjutnya gempa di selatan Sukabumi dengan magnitudo 5,0, kedalaman 58 km pada 27 April 2021 pukul 16.23.39 WIB. Gempa ini menyebabkan kerusakan pada enam bangunan rumah, namun tidak menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka.
Selama April 2021 zona gempa aktif adalah Aceh-Nias, Lampung-Selat Sunda, selatan Jawa Barat, selatan Jawa Timur, Lombok, Sumbawa dan Sumba kemudian Laut Maluku dan Ambon-Seram.
Meningkat
Yang perlu dicermati publik, ternyata berdasarkan pengamatan BMKG, potensi atau tren kejadian gempa bumi di Tahun 2021 meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Risiko terjadinya tsunami dari erupsi gunung api juga tinggi.
Potensi atau tren kejadian gempa bumi, baik di Indonesia maupun di dunia, terutama di Tahun 2021 ini gejalanya semakin meningkat. "Itu sebabnya kita harus meningkatkan kewaspadaan," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, 23 April 2021.
Selama tiga bulan (Januari-Maret), rata-rata kejadian gempa bumi di Indonesia dapat terjadi 300-400 kali setiap bulan.
Di Januari, gempa yang tercatat sebanyak 662 kali. Kemudian di Februari terjadi sebanyak 526 kali dan pada Maret mencapai 920 kali.
Rata-rata keaktifan gempa bumi tersebut diprediksi jauh lebih besar, jika dibandingkan dengan rerata kejadian pada Tahun 2008-2020. Jika dilihat rata-rata kejadian gempa bumi di Indonesia dari Tahun 2008-2017, terjadi antara 5.000 hingga 6.000 kali dalam satu tahun.
Kemudian mulai Tahun 2018 melompat menjadi 11.920 kali kejadian dan Tahun 2019 masih bertahan di angka 11.588 kali. Di Tahun 2020 mulai menurun, yakni terjadi sebanyak 8.258 kali.
Baca juga: Gempabumi M 7,2 guncang Nias Barat dan tidak berpotensi tsunami
Gempa bumi yang terjadi seringkali merupakan gempa bumi dangkal, yang kedalamannya kurang dari 20 km.
Data tersebut membuktikan adanya peningkatan risiko bencana. Lokasi yang pernah mengalami tsunami akibat erupsi gunung api, ada sembilan titik dan sebagian besar ada di wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur.
Baca juga: BPBD: Gempa magnitudo 6,7 Nias Barat tidak menimbukan kerusakan
Sejarah membuktikan beberapa kali terjadi tsunami akibat erupsi gunung api. Bahkan wilayah dengan gunung tidak aktif, seperti di Pulau Madura, dari data terkini diprediksi berpotensi terjadi gempa dari patahan Pulau Kambing dan ada potensi tsunami.
Guna mengantisipasi hal tersebut, jajaran BMKG di seluruh Indonesia dikerahkan untuk melakukan survei di lapangan guna memperbarui peta pemodelan zona rawan tsunami.
Baca juga: BMKG catat sembilan gempa susulan usai gempa magnitudo 6,7
Alasannya, pertama, peningkatan gempa bumi berpotensi meningkatkan kejadian tsunami. Untuk itu telah diinstruksikan agar dilakukan pengecekan lapangan seluruh pantai-pantai di Indonesia dan melakukan pemetaan pemodelan untuk menentukan zona rawan tsunami.
Kedua, pemanfaatan teknologi untuk mendeteksi adanya gempa dan peringatan dini.
Yang tak kalah pentingnya, yakni menumbuhkan kearifan lokal masyarakat agar cepat tanggap dan siaga bencana bilamana merasakan getaran akibat gempa sehingga mudah melakukan evakuasi diri.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021