Palangkaraya (ANTARA News) - Banyak daerah memprogramkan pendidikan gratis tetapi tidak memperhatikan kualitas tenaga pendidik dan murid, sehingga jargon sekolah gratis menjadi tidak ada maknanya.
Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Teras Narang mengatakan hal itu di Palangkaraya, Selasa. seraya menyatakan apa gunanya pendidikan gratis, memiliki gedung bagus dengan fasilitas lengkap tanpa kualitas guru dan metode pembelajaran yang baik.
Akibat dari semua itu maka murid yang menjadi korban. Hasil pembelajaran yang tidak berkualitas itu yang lantas akan menghasilkan siswa yang tidak punya daya saing, tambahnya saat rapat kerja (Raker) Bupati/Walikota serta Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Kalteng.
"Keberhasilan suatu daerah dalam dunia pendidikan tidak dilihat dari bangunan fisik sekolah yang bagus, tetapi dari apa yang dapat kita berikan dalam meningkatkan kualitas guru dan murid," ucapnya.
"Sengaja kami mengundang pakar pendidikan Prof Yohanes Surya untuk membuka cakrawala pola pikir kita tentang pendidikan," katanya.
Prof Yohanes Surya yang dimaksud Teras Narang adalah pakar pembelajaran Fisika yang telah berhasil mendidik sejumlah anak-anak dari Papua yang dikatakan bodoh tapi terbukti dapat menjuarai olimpiade sains tingkat internasional.
Prof Surya percaya bahwa sebenarnya tidak ada anak-anak yang bodoh. Yang ada adalah kesalahan dalam metode mencerdaskan anak-anak tersebut.
Pada presentasinya di hadapan para peserta Raker Prof surya bercerita pengalamannya ketika mendidik anak yang tidak bisa apa-apa dari pedalaman Papua hingga bisa menjadi juara nasional matematika bahkan ada yang menjadi juara dunia fisika dan kimia.
Dikatakan Teras, seperti juga dipaparkan Prof Surya, ketika ingin mencerdaskan anak kita harus meningkatkan kualitas guru yang dapat memberikan inspirasi bagi anak didiknya dan memberikan metode yang tepat dalam pembelajaran.
"Akar persoalan dunia pendidikan kita dasarnya ada di guru, apabila gurunya baik metode pengajarannya pas maka cerdaslah anak-anak kita" demikian Teras Narang. (ANT237/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010