Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah segera memediasi dan mempertemukan pimpinan kedua umat yang bertentangan yang terlibat kerusuhan di Ciketing Udik, Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, 5 Agustus lalu.
"Pimpinan umat dan pemerintah agar segera menggelar dialog untuk membicarakan mengenai penyelesaian permasalahan ini," kata Ketua MUI Bidang Kerukunan Antar-Umat Beragama Slamet Effendi Yusuf di Jakarta dalam taushiah MUI menyambut Ramadhan 1431 Hijriah di Kantor MUI, Jln Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin.
Konflik antarumat beragama di Kota Bekasi terjadi ketika kegiatan ibadah jemaat Gereja Hurian Kristian Batak Protestan (HKBP) dibubarkan oleh massa umat Islam karena dinilai tidak memenuhi aturan dengan menggunakan rumah tempat tinggal.
Warga dan jemaat HKBP sempat melakukan aksi dorong-mendorong. Namun, dilaporkan tidak ada korban luka maupun tewas dalam kerusuhan yang disebabkan warga tidak menyetujui pendirian tempat peribadatan di tempat tersebut, apalagi para jemaat melakukan kegiatan ibadah tanpa izin.
Tanah yang digunakan sebagai tempat beribadah itu belum mendapatkan izin pendirian rumah ibadah, namun telah digunakan jemaat HKBP untuk melakukan ibadah rutin mereka meskipun mendapatkan tantangan dari masyarakat sekitar yang beragama mayoritas Islam.
Puncaknya adalah ketika masyarakat kemudian menggerebek lahan tersebut ketika jemaat HKBP hendak melakukan kebaktian dan aksi dorong-mendorong antara kedua belah pihak sempat terjadi hingga polisi mengamankannya.
Terkait dengan ketegangan yang muncul dari kasus tersebut, MUI mengingatkan agar umat Muslim dan umat Protestan untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat membawa konflik antarumat beragama itu lebih jauh.
"Tolong diciptakan situasi `cooling down`, kedua belah pihak agar berhenti melakukan hal-hal yang bisa menimbulkan konflik," kata Slamet.
Pemerintah juga diminta bersikap jelas dan tegas sehingga umat Kristiani mendapat solusi yang tepat terhadap permasalahan itu.
(A043/D007/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010