Ini dikatakan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin ketika berkunjung ke Surabaya, Jawa Timur, Minggu malam.
"Muhammadiyah tidak setuju dengan adanya `sweeping` selama bulan Ramadhan. Sebab `sweeping` yang terlebih dengan tindak kekerasan sudah termasuk pelanggaran hukum dan kepolisian," ujarnya.
Kata dia, dalam segi agama Islam, melakukan "sweeping" sudah tidak dibenarkan. Karena itu pihaknya meminta kepada siapa saja untuk bisa mempercayakan kepada aparat kepolisian.
"Tapi polisi harus bisa bertindak tegas secara hukum. Ini akan membuat efek jera kepada mereka yang tidak mau mendengarkan aturan. Jadi, polisi sekali lagi harus tegas," tutur pria yang pernah menempuh gelar doktornya di University of California at Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat, itu.
Selain itu, pihaknya juga meminta kepada siapa saja agar bisa menahan diri dan menjadi orang - orang sabar. Terlebih, lanjut dia, saat bulan puasa yang jelas akan menambah pahala berlipat - lipat.
"Berdakwah harus dilakukan dengan penuh kesabaran dan tidak perlu melakukannya dengan tindak kekerasan," ucap bapak tiga anak kelahiran Sumbawa Besar 57 tahun lalu tersebut.
Disinggung tentang penutupan Rumah Hiburan Umum (RHU) setiap bulan Ramadhan, Din Syamsuddin mengaku sangat sepakat. Hanya saja, pihaknya mengaku heran dengan kenyataan yang ada.
Pasalnya, kata dia, RHU atau tempat hiburan lainnya hanya ditutup pada bulan puasa saja. "Bukan perkara RHU atau tidak, tapi kalau hanya diminta dan dilakukan penutupan selama Ramadhan saja, itu ya `samimawon` (sama saja). Apa bedanya kalau Ramadhan ditutup, tapi setelah Idul Fitri sudah buka lagi," jelas dia.
Menurut dia, semua bentuk dan segala aktifitas yang terindikasi bisa merusak moral bangsa harus dihentikan dan bisa ditutup selamanya. Selain itu, masyarakat harus bisa melihat dampak, antara baik dan tidaknya.
"Sehingga harus ada pengertian kepada seluruh warga agar moral bangsa jangan sampai runtuh. Masyarakat sendiri yang harus bisa menilai dan memperbaiki moral bangsa ini," tutur pengurus Majelis Ulama Indonesia Pusat tersebut. (ANT165/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010