"Bali dipromosikan sebagai daerah tujuan wisata pertama kali pada zaman pemerintah kolonial Belanda di Indonesia sejak tahun 1920-an," kata dosen ISI Denpasar Dr Ni Made Ruastiti, SST, MSi di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, Bali yang saat itu dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata memiliki potensi seni budaya yang sangat unik, disamping panorama alam yang tidak ada bandingannya.
"Pemerintah kolonial Belanda saat itu mempromosikan Bali ke negara-negara Eropa dan negara lainnya di belahan dunia," ujar Ruastiti.
Ia menambahkan, sejak itu semakin banyak orang asing, terutama para budayawan, pelukis dan peneliti berkunjung ke Bali.
Hal itu disusul semakin banyaknya orang asing berkunjung ke Bali, sehingga kondisi itu menjadikan kehidupan masyarakat setempat mulai mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.
Menurut dia, pendidikan sebagian warga masyarakat Bali melalui sekolah-sekolah yang dibangun pemerintah kolonial Belanda secara bertahap mampu memperluas wawasan tentang berbagai hal terkait dengan kehidupan dan pariwisata.
Dengan adanya peluang untuk mengenyam pendidikan menjadikan sebagian warga masyarakat Bali ketika itu mulai mengubah pola pikirnya, dari irasional menjadi rasional, katanya.
Kedatangan wisman ke Bali dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan jasa pariwisata, termasuk mengembangkan kesenian untuk disuguhkan kepada wisatawan mancanegara.
"Semakin ramainya wisatawan berkunjung ke Bali mendorong masyarakat setempat lebih kreatif menciptakan sesuatu yang dapat `bernilai tukar`, bahkan `nilai tukar` berkaitan erat dengan komoditi," ujarnya.
Menurut Ruastiti, komoditi mempunyai nilai ganda, satu pihak mempunyai "nilai pakai" dan pada pihak lainnya mempunyai "nilai tukar". Masyarakat Bali dalam kaitan pariwisata lebih menekankan pada nilai ekonomis.
Hal itu tercermin dari sikap masyarakat sejak ramainya wisman ke Pulau Dewata tampak lebih banyak memilih profesi yang berkaitan dengan industri pariwisata, antara lain menjadi pemandu wisata, merintis usaha biro perjalanan wisata, penyewaan mobil, rumah tinggal, hotel dan menjual berbagai jenis cinderamata sebagai kenang-kenangan wisman pulang ke negaranya.
Ruastiti menjelaskan, industri kreatif bagian dari ekonomi kreatif, sebagai upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas.
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumberdaya terbarukan, seperti sektor pariwisata yang belakangan berkembang pesat di Bali.
Konsep industri kreatif jika dikaitkan dengan seni pertunjukan pariwisata akan menunjukkan adanya kesinambungan pembangunan dalam bidang kesenian.
Seni pertunjukan yang ditampilkan masyarakat Bali untuk kepentingan pariwisata merupakan wujud industri kreatif masyarakat setempat dalam mengembangkan kehidupan berkeseniannya yang dilakukan secara berkesinambungan.
Hal itu tercermin dari keberadaan seni pertunjukan pariwisata di Bali yang sebagian besar merupakan kemasan, pengembangan dari bentuk-bentuk kesenian Bali, ujar Dr Ruastiti. (I006/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010