Jakarta (ANTARA News) - Proporsi utang pemerintah Indonesia dalam mata uang rupiah menunjukkan kecenderungan meningkat, namun hingga semester I 2010 baru mencapai 55 persen dari total utang.
Laporan Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri dan Surat Berharga Negara) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kemenkeu yang diperoleh di Jakarta, Minggu, menyebutkan porsi utang dalam mata uang rupiah pada 2005 mencapai 50 persen, pada 2006 dan 2007 mencapai 53 persen.
Pada tahun 2008, proporsi utang dalam rupiah mengalami penurunan menjadi 48 persen. Penurunan itu karena depresiasi nilai tukar rupiah akibat krisis keuangan global.
Namun pada 2009, porsi utang dalam rupiah kembali meningkat mencapai 53 persen dan hingga akhir semester I 2010 menunjukkan kenaikan menjadi 55 persen.
Komposisi jumlah utang pemerintah per 30 Juni 2010 selengkapnya adalah dalam mata uang rupiah 55 persen, dalam mata uang dolar AS mencapai 22 persen, dalam mata uang yen Jepang 17 persen, mata uang euro empat persen, dan sisanya dalam mata uang lainnya.
Jumlah utang pemerintah Indonesia per 30 Juni 2010 mencapai 177,6 miliar dolar AS.
Jika dirinci, jumlah itu terdiri atas utang dalam mata uang rupiah sebesar 96,8 miliar dolar AS (Rp879,3 triliun), dalam mata yang dolar AS sebesar 38,9 miliar dolar AS, dalam mata yang yen Jepang sebesar 29,9 miliar dolar AS, dalam mata uang euro sebesar 6,9 miliar AS, dan mata uang lainnya 5,1 miliar dolar AS.
Ditjen Pengelolaan Utang juga melaporkan bahwa selama 2010 ini pemerintah baru melaksanakan "debt switching" sebanyak dua kali. Program "debt switching" ditujukan untuk mengurangi "refinancing risk".
Dari dua kali lelang "debt switching" itu pemerintah menukar surat utang negara dengan jatuh tempo 20 tahun sebanyak Rp2,38 triliun.
Sementara untuk program "buy back", selama 2010, pemerintah belum pernah melakukannya. Program buyback obligasi negara merupakan program yang bertujuan untuk stabilisasi pasar dan mengurangi outstanding utang. (A039/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010