Jakarta (ANTARA) - Peribahasa mencegah lebih baik daripada mengobati menjadi sangat relevan saat ini, terlebih ketika diterapkan kepada para pengidap penyakit jantung di masa pandemi COVID-19.
Pandemi memang laksana menjadi ancaman tersendiri bagi mereka karena akan memperbesar risiko kematian dengan adanya komorbid pada jantung sebagai pusat detak kehidupan manusia.
Pada pasien penyakit jantung terdapat "abnormalitas" struktur, fungsi atau kekuatan jantung yang harus benar-benar diperhatikan. Artinya tanpa terinfeksi virus Corona pun kemampuan fisik pasien jantung sudah menurun dengan gejala seperti, nyeri dada dan sesak napas termasuk jantung berdebar.
Baca juga: Kecemasan diduga perburuk pasien sakit jantung
Baca juga: Enyahkan kena sakit jantung saat muda, jauhi rokok hingga diet sehat
Dokter Spesialis jantung dari Siloam Hospitals Manado, dr Marshell Luntungan Sp.JP , mengatakan selain secara teratur menerapkan protokol kesehatan, cara mudah lainnya bagi pengidap jantung agar terhindar dari paparan virus corona adalah dengan beristirahat yang cukup dan olahraga teratur dan rutin berjemur di bawah sinar mentari pagi, diantara waktu pukul 08.00 hingga pukul 10.00 pagi.
Marshel Luntungan juga menyarankan untuk selalu mengontrol berat badan ideal, melalui asupan nutrisi, buah dan kurangi konsumsi garam.
Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang berpraktik tetap di Siloam Hospitals Manado ini menekankan bahwa pencegahan lainnya dapat dilakukan melalui konsumsi obat jantung secara teratur dan tetap bergembira agar imun tubuh terjaga.
"Istirahat sekitar 6-8 jam, berolahraga sekitar 1 jam dan tetap jaga diri dari stress. Tingkatkan imun tubuh melalui rasa senang dan nyaman. Gembira kan hati anda dengan melakukan hal yang positif dan bermanfaat," kata Marshel.
Pada edukasi selanjutnya, Marshel menerangkan, pasien penyakit jantung apabila terpapar virus Corona, umumnya biasanya akan merasakan demam yang akan menyebabkan metabolisme meningkat. Yaitu kebutuhan akan oksigen bertambah, batuk dan produksi lendir pada saluran napas yang membuat tubuh semakin lemah.
"Virus Sars-Cov2 ini masuk ke dalam sel melalui receptor ACE2. Receptor ini juga banyak terdapat pada Organ Jantung dan lapisan endotel pembuluh darah," kata Marshal Luntungan.
Vaksinasi pasien jantung
Adapun pada edukasi yang menerangkan seputar vaksinasi COVID-19, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh darah umumnya menyarankan beberapa rekomendasi.
Pasien disarankan untuk tetap melakukan konsultasi ke dokter dan intinya boleh melakukan suntik vaksin COVID-19, untuk penderita penyakit gagal jantung kronik yang dalam keadaan stabil atau tanpa gejala dalam 3 bulan terakhir.
Baca juga: Tips puasa sehat bagi pasien jantung salah satunya tidak setop obat
Baca juga: Pasien gangguan irama jantung boleh minum kafein?
Selain itu juga boleh melakukan suntik vaksin COVID-19 untuk penderita jantung koroner, post-procedure PC1/ CABG tanpa gejala dalam 3 bulan terakhir. Juga boleh melakukan suntik vaksin COVID-19 untuk penderita penyakit hipertensi, tanpa gejala, dan tekanan darah terkontrol kurang dari 180/100 mmhg.
Adapun bagi sementara waktu untuk penderita jantung yang masih bergejala seperti sesak napas, dan nyeri dada atau keterbatasan beraktifitas dikarenakan mudah lelah, kaki bengkak dan lainnya dalam kurun waktu 3 bulan terakhir, dokter menyarankan belum atau tidak diberikan vaksin COVID-19 dahulu. Sampai tersedia data keamanan uji klinis.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Reisa Brotoasmoro juga menyarankan mereka yang punya komorbid atau penyakit bawaan khususnya kelompok lanjut usia (lansia) berkonsultasi dengan dokter sebelum menerima vaksinasi COVID-19.
Dengan demikian, dokter dapat memberikan tips bagi lansia mengendalikan komorbidnya saat hendak divaksin.
"Bagi lansia yang menderita komorbid, konsultasilah terlebih dahulu dengan dokter sebelum memutuskan pergi ke sentra vaksinasi," kata Reisa.
"Dokter akan memberikan tips khusus bagaimana tetap mengendalikan penyakit penyertanya sehingga dapat lolos screening pemeriksaan kesehatan sebelum divaksinasi," tuturnya.
Reisa menyarankan agar lansia yang memiliki penyakit bawaan tetap mengonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter pascavaksinasi.
Dengan begitu, mereka yang punya komorbid sekalipun tetap dapat divaksin.
Komorbid lansia
Penderita gangguan jantung umumnya dialami oleh lansia. Oleh karena itu, mereka perlu mendapatkan dukungan yang lebih terkait vaksinasi dan kesehatannya.
Reisa meminta kaum muda ikut membantu lansia dan mereka yang komorbid mendapatkan vaksinasi COVID-19. Setidaknya ada tiga hal yang bisa diupayakan.
Baca juga: Penanganan pasien jantung perlu pengobatan tepat
Pertama, memberikan informasi yang tepat dan terkini tentang COVID-19 dan vaksinasi COVID-19.
Reisa meminta para anak muda membantu seluruh lapisan masyarakat memahami bahwa vaksin COVID-19 aman dan sudah direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Dan manfaatnya besar sekali untuk melindungi lansia dan keluarga mereka," kata Reisa.
Kedua, membantu lansia mendaftarkan diri ke fasilitas kesehatan atau sentra vaksinasi.
Ketiga, membantu mendampingi agar lansia merasa nyaman ketika mengikuti proses-proses vaksinasi.
"Mereka kebanyakan sudah tidak produktif. Baik dalam Undang Undang Dasar maupun deklarasi HAM PBB, kesehatan adalah hak dasar bagi semua umat manusia di segala usia. Maka hal kesehatan juga milik orang tua kita senior-senior kita," tutur Reisa.
Dengan begitu, pasien komorbid termasuk jantung khususnya mereka yang telah lansia bisa tetap hidup berkualitas meski di tengah pandemi COVID-19. Terlebih untuk kasus komorbid jantung secara otomatis penanganan saat pada kasus tersebut yang ditambah dengan terinfeksi COVID-19 menjadi lebih sulit dibanding dengan pasien COVID-19 biasa. Bahkan, prognosis menjadi lebih tidak baik dibanding tanpa COVID-19.
Satu studi yang dipublikasikan di JAMA menyebut hampir sekitar 78 persen pasien muda yang berhasil sembuh dari COVID-19 menunjukkan tanda-tanda komplikasi atau kerusakan jantung. Sementara bagi orang-orang yang sudah memiliki penyakit jantung, infeksi COVID-19 disebut dapat meningkatkan risiko kematian.
Faktanya catatan dan data yang tersaji dari otoritas berwenang terkait COVID-19, khususnya berkenaan dengan komorbid, telah tersaji dengan jelas.
Oleh karena itu, agaknya bagi masyarakat dengan komorbid, khususnya jantung, atau penyakit penyerta lainnya, harus benar-benar memerhatikan dengan saksama kondisinya, sehingga risiko tertular COVID-19 yang bisa lebih memperberat penyakit, dan risiko fatalnya adalah kematian, setidaknya bisa diminimalisasi bahkan dicegah dan diantisipasi.
Baca juga: Latihan intensitas tinggi bagus bagi jantung pasien diabetes tipe 2
Baca juga: Ahli: Usia 40 tahun sebaiknya periksa kondisi jantung
Baca juga: Alasan pasien serangan jantung akut harus segera ditangani dalam 12 jam
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021