London (ANTARA News/AFP) - Seorang dokter perempuan Inggris berusia 36 tahun termasuk di antara delapan orang pemberi bantuan medis asing yang ditembak mati di Afghanistan, Sabtu.
Dr.Karen Woo diyakini termasuk para pekerja organisasi bantuan dan pelayanan medis di Provinsi Badakhshan timurlaut yang ditembak mati, demikian organisasi tempat Dr.Karen Woo bekerja menyebutkan.
Sebelum bertugas di Afghanistan, Dr.Karen sempat bekerja di sebuah perusahaan pelayanan kesehatan di London.
Dia keluar dari tempatnya bekerja supaya bisa berangkat ke negara yang dilanda perang berkepanjangan itu.
Kelompok pekerja medis itu bekerja sama dengan Misi Bantuan Internasional namun Dr.Karen Woo juga bekerja untuk lembaga bantuan lain bernama "Bridge Afghanistan".
Dua warga Afghanistan juga tewas dalam serangan itu.
Firuz Rahimi dari Bridge Afghanistan memberikan penghormatan kepada Dr.Karen Woo dalam wawancaranya dengan Televisi BBC.
"Dia itu sangat berdedikasi dan baik. Dia mencintai negara dan rakyat Afghanistan," kata Rahimi.
Kabar tewasnya Dr.Karen Woo juga disampaikan Firuz Rahimi di blog Bridge Afghanistan.
Di blog itu, dia menulis: "Kami baru saja menerima berita buruk dari Afghanistan."
"Karen termasuk dalam kelompok yang terbunuh saat menyampaikan bantuan dan pelayanan kesehatan di Nuristan," katanya.
Dr.Karen Woo sebelumnya menulis di blog itu bahwa dia akan bertugas sebagai dokter tim dan mengelola klinik ibu dan anak.
"Ekspedisi ini membutuhkan kesiapan fisik dan mental, serta bukan tanpa resiko. Tapi aku yakin provisi pelayanan medis ini sangat penting, dan usaha ini bermanfaat untuk menolong mereka yang sangat membutuhkan," tulis Dr.Karen.
Kementerian Luar Negeri Inggris juga telah mengkonfirmasi kematian Dr.Karen Woo.
Aksi kekerasan tiada pernah berhenti di Afghanistan sejak Amerika Serikat memimpin pasukan invasi ke negara itu tahun 2001.
Bahkan, Presiden Pakistan Asif Ali Zardari berpandangan bahwa pasukan koalisi pimpinan AS di Afghanistan itu telah "kalah perang".
Pandangan Presiden Zardari ini dibantah Juru Bicara Gedung Putih Robert Gibbs dalam pernyataan persnya baru-baru ini.
Gibbs mengatakan, Presiden Barack Obama --yang sebelumnya menilai ada kemajuan di Afghanistan, menampik penilaian pemimpin Pakistan itu.
"Saya tak merasa Presiden (Obama) setuju dengan kesimpulan Presiden Asif Ali Zardari soal kalah perang itu," katanya.
Tanggapan Gedung Putih itu muncul setelah muncul wawancara Presiden Asif Ali Zardari dengan Le Monde, Prancis, edisi Selasa.
Dalam wawancara itu, Zardari mengatakan pasukan koalisi kalah perang melawan Taliban.
Misi perang AS di Afghanistan baru-baru ini sempat diganggu oleh skandal pembocoran 91 ribu dokumen rahasia ke ranah publik.
Presiden Barack Obama sendiri meremehkan dampak kebocoran dokumen perang Afghanistan ke ranah publik itu.
Juli 2010 adalah bulan tragis bagi pasukan AS di Afghanistan karena beberapa insiden menewaskan beberapa tentara negara adidaya itu.
Pekan lalu, setidaknya lima tentara AS tewas dan dua orang lainnya hilang dalam beberapa insiden terpisah.
Dengan kematian lima tentara AS itu, jumlah personil militer asing yang tewas tahun ini sudah mencapai 397 orang. Sepanjang 2009, sebanyak 520 tentara asing tewas dalam tugas.
Sejak invasi AS di Afghanistan pada 2001, jumlah tentara asing yang tewas sudah mencapai 1.965 orang. Sebanyak 1.205 orang di antaranya adalah tentara AS.
Penyebab utama kematian tentara-tentara asing itu adalah bom rakitan IEDS.
Di seluruh Afghanistan, AS dan NATO menempatkan sekitar 150.000 orang tentara.
AS sendiri sudah memutuskan menambah 30.000 tentaranya atas perintah Presiden Barack Obama. Sebagian besar tentara tambahan ini ditempatkan di Kandahar dan Helmand, dua wilayah rawan di Afghanistan.
Dalam aksi perlawanannya, Taliban antara lain mengandalkan serangan bom rakitan yang biasa disebut "IED". (R013/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010