Polisi mengkhawatirkan di antara pengunjuk rasa tersebut ada yang membawa senjata tajam ketika berunjuk rasa di lapangan umum Mataram dan kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sekitar 300 orang pengunjuk rasa dari kalangan mahasiswa dan petani tembakau berunjuk rasa menolak konversi minyak tanah ke batu bara untuk pengeringan atau "omprongan" tembakau. Mereka diangkut menggunakan truk dan kendaraan pribadi menuju lokasi unjuk rasa.
Iswandi yang memimpin unjuk rasa tersebut berorasi menolak penggunaan bahan bakar batu bara, sedangkan aktivis mahasiswa dan petani lainnya membawa spanduk berisi penolakan konversi tersebut.
Dari lapangan umum Mataram mereka bergerak menuju kantor Gubernur NTB yang berjarak sekitar 150 meter, namun di lokasi tersebut sudah dijaga aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja.
Menurut Iswandi petani belum siap menggunakan bahan bakar batu bara untuk pengeringan tembakau, program konversi tersebut hanya akan merugikan mereka.
"Ambil pelajaran dari kebijakan konvesi minyak tanah ke gas sebagai pengganti bahan bakar kebutuhan rumah tangga. Banyak korban meninggal dan luka-luka akibat kompor gas tidak layak pakai," katanya.
Ia juga mengkawatirkan konversi bahan bakar minyak tanah ke batu bara juga akan berdampak serupa yang menimpa para petani tembakau di NTB.
Pengunjuk rasa mengkritik kebijaka pemerintah provinsi yang menyetujui konversi minyak tanah ke batu bara karena kelangkaan minyak tanah.
"Namun pertimbangan tersebut dinilai mengada-ada karena Idonesia adalah negara penghasil minyak. Apa pun alasannya tidak amsuk akal," katanya.
Ia berharap pemerintah provinsi menyiasati bagaimana menyediakan minyak tanah yang cukup untuk masyarakat dan petani tembakau.
Unjuk rasa aktivis mahasiswa dan petani tembakau tersebut meski berjalan tertib dan damai, aparat kepolisia tetap berjaga-jaga di beberapa titik strategis dekat kantor gubernur.
(B004/E005/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010