Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad meminta pemerintah mengkaji ulang terkait rencana untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) pada tahun depan karena dinilai tidak tepat.
“Kenaikan tarif paling tinggi 15 persen itu harus dikaji ulang kalau perlu dibatalkan karena sampai 2022 bahkan 2023 kita masih dalam periode pemulihan ekonomi,” katanya dalam webinar di Jakarta, Selasa.
Tauhid menyatakan rencana tersebut dinilai tidak tepat karena tidak ada pihak yang dapat memastikan kapan pandemi akan berakhir sehingga diperkirakan keadaan masyarakat masih belum stabil.
“Masih ada beban ke ekonomi yang besar jadi kalau dibebani rencana kenaikan PPN saya kira itu akan menjadi persoalan yang cukup serius,” tegasnya.
Ia menuturkan tingkat kesejahteraan masyarakat pada tahun depan diperkirakan masih relatif stagnan bahkan turun sehingga menunjukkan belum ada peningkatan yang signifikan dari kegiatan perekonomian.
Tak hanya itu, baik dari sisi daya beli masyarakat, inflasi, indeks keyakinan konsumen untuk tahun depan juga diprediksikan belum pulih sehingga justru masih perlu bantuan dari pemerintah dan bukan dibebani dengan kenaikan tarif PPN.
Terlebih lagi, Tauhid menyebutkan jika dilihat dari sisi daya saing sebenarnya tarif PPN Indonesia dibandingkan negara lain relatif sama yaitu sekitar 10 persen.
Menurutnya, kenaikan PPN akan membuat investor yang berencana untuk investasi ke Indonesia berpikir ulang sebab investor perlu mengkalkulasikan biaya produksi hingga keuntungannya.
“Dia harus mengkalkulasikan biaya produksinya, berapa dia jual, apakah dalam jangka pendek menengah panjang investasi mereka bisa kembali atau tidak dengan tarif pajak yang diberlakukan ini,” ujarnya.
Terlebih lagi, Tauhid mengingatkan bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN justru akan mengurangi pendapatan negara mengingat jika tarif dinaikkan maka harga komoditas akan semakin mahal.
Ia melanjutkan, kenaikan harga komoditas tersebut akan menyebabkan masyarakat mengurangi tingkat konsumsinya seiring dengan belum berakhirnya krisis pandemi sehingga semakin menekan penerimaan negara.
“Belum tentu penerimaan negara justru bertambah tinggi bahkan bisa lebih kurang. Ini yang saya kira harus hati-hati ketika pemerintah mencoba menaikkan tarif ini,” ujarnya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021