"Dana tersebut merupakan penerimaan bagi hasil bukan pajak dari pemerintah pusat," kata Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Barito Utara (Barut) Ratnawatie Hamdie di Muara Teweh, Jumat.
Penerimaan tersebut merupakan hasil pembayaran kewajiban sejumlah investor tambang batu bara pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan kuasa pertambangan (KP) di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini.
Penerimaan sampai triwulan II ini, kata dia, untuk royalti (iuran hasil penjualan batubara) sebesar Rp1,9 miliar atau 28,87 persen dari target Rp6,9 miliar dan landrent (iuran tetap) bagi investor yang memasuki tahap eksplorasi dan eksploitasi mencapai Rp1,2 miliar atau 121,71 persen dari rencana Rp995 juta lebih.
"Kami hanya menerima dana bagi hasil pajak itu sekitar 64 persen dari pemerintah pusat, sedangkan perusahaan mana saja yang membayar tidak tahu," katanya.
Sementara Kabid Pertambangan pada Dinas Pertambangan dan Energi Barito Utara Daud Danda mengatakan saat ini jumlah investor tambang batubara yang sudah memasuki tahap eksplorasi dan eksploitasi di daerah ini masing-masing sekitar 20 perusahaan.
"Namun dari puluhan investor yang telah memasuki tahap eksploitasi hanya sekitar delapan yang sudah produksi," katanya.
Menurut Daud, hasil produksi tambang batubara yang dieksploitasi sejumlah perusahaan pertambangan periode Januari - Juli 2010 mencapai 1.189.068 metrik ton (MT).
Jutaan ton batu bara itu diangkut menggunakan tongkang melalui Sungai Barito yang merupakan sarana utama transportasi hasil sumber daya alam sejumlah kabupaten di pedalaman Kalteng.
"Saat ini transportasi itu merupakan angkutan utama bagi sejumlah investor membawa hasil tambang keluar daerah," jelasnya.
Daud mengatakan, sejumlah perusahaan itu wajib membayar royalti kepada pemerintah dengan perhitungan kualitas kalori batu bara di bawah 5.100 kilokalori dikenakan tiga persen dari harga jual.
Kemudian antara 5.100 - 6.100 kilokalori dikenakan lima persen dari harga jual dan diatas 6.100 kilokalori membayar royalti tujuh persen dari harga jual.
Sedangkan untuk landrent seluruh investor yang telah memasuki tahap ekspolitasi tahun pertama dikenakan Rp2.000/hektare, tahun II Rp2.500/hektare, tahun III Rp3.000/hektare dan tahap eksploitasi I (30 tahun) Rp15.000/haktare.
"Saat ini produksi batu bara di daerah ini masih belum maksimal selain masalah alam juga terjadi pada jalan tambang dan perizinan," katanya.
(K009/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010