Jeddah (ANTARA News) - Jeddah, salah satu kota penting di Arab Saudi yang kini telah bertransformasi menjadi kota moderen berpenduduk sekitar 3,4 juta jiwa, bermula dari sebuah desa nelayan kecil.
Sisa masa lalu desa kecil yang kemudian secara bertahap berkembang menjadi sebuah kota itu hingga kini masih bisa dilihat di kawasan sejarah Al Balad, Jeddah.
Di kawasan itu, gedung-gedung renta dengan dua hingga lima lantai yang rata-rata berumur lebih dari 100 tahun berdiri berhimpitan di bawah bayangan gedung-gedung pencakar langit bergaya arsitektur moderen, diantara hiruk pikuk aktivitas jual beli di pusat perdagangan Bab Mekah, Bab Syarif dan Souq Al Alawi.
Bangunan bekas tempat tinggal pedagang-pedagang kaya Jeddah pada masa lalu itu dibangun berdekatan satu sama lain, hanya dipisahkan oleh gang-gang sempit selebar satu hingga dua meter, sehingga pada musim panas pejalan kaki yang melewatinya bisa berlindung dari sengatan cahaya matahari di bawah bayangannya.
Tembok gedung-gedung itu dibangun dari blok-blok yang terbuat dari koral dan kerang laut yang disatukan dengan tanah liat.
Sementara itu, balkon dan jendela gedung terbuat dari kayu berwarna coklat tua dengan ukiran indah, membuatnya terlihat seperti lapisan coklat pada kue tart berbentuk persegi dari kejauhan.
Balkon dan jendela kayu berukir itu tidak hanya dibikin untuk memperindah gedung, namun juga untuk membantu menghadang pancaran sinar matahari langsung dan menangkap serta mengalirkan hembusan udara sore yang sejuk ke seluruh bagian gedung pada musim panas.
Desain ukiran kayu pada balkon dan jendelanya juga dibuat sedemikian rupa sehingga penghuni rumah bisa dengan mudah melihat ke luar namun tetap terlindung dari pandangan publik.
Beberapa balkon (rawashin) didesain khusus sebagai perluasan ruangan dalam gedung dan dilengkapi dengan furnitur pendukung agar penghuni rumah bisa duduk nyaman menghadang hembusan angin sore.
Sayangnya, saat ini sebagian besar ornamen kayu pada gedung-gedung tua di kawasan perdagangan yang sibuk itu sudah rusak termakan usia. Bangunan gedungnya pun demikian, beberapa diantaranya bahkan sudah miring, hampir roboh.
Koran "Arab News" edisi 5 Februari 2008 menyebutkan, di kawasan itu terdapat sekitar 550 gedung bersejarah yang terdiri atas 50 gedung tipe satu, 250 gedung tipe dua dan 250 gedung tipe tiga. Dalam 60 tahun terakhir 60 gedung diantaranya telah runtuh dan dalam dua tahun terakhir 10 sampai 13 gedung runtuh atau terbakar.
Meski beberapa diantaranya masih ditempati namun tidak banyak gedung yang direnovasi. Jumlah gedung yang sudah direnovasi di kawasan itu bisa dihitung dengan jari. Salah satunya mansion kuno Bayt Naseef di Souq Al Alawi, yang kini keindahannya boleh ikut dinikmati publik.
Rumah Sheikh Omar Effendi Naseef yang mulai dibangun tahun 1872 dan selesai tahun 1881 itu tercatata terdiri atas 106 ruangan berlantai rmosaik indah dan detil ukiran kayu pada jendela dan balkonnya.
Penduduk setempat punya anekdot menarik terkait dengan luas dan rumitnya bangunan dengan pohon neem (azadirachta indika) di halamannya ini.
Konon, pada suatu ketika, seorang pencuri memasuki rumah itu. Namun, setelah lama melihat-lihat bagian dalam rumah itu, dia kemudian sadar bahwa telah tersesat. Pencuri itu menghabiskan sangat banyak waktu untuk mencari jalan keluar sampai hampir kehilangan akal sehatnya. Akhirnya, ketika ada orang yang melewatinya, dia buru-buru menyerah, memohon untuk ditangkap!
Pemerintah Kota Jeddah telah lama menetapkan Al Balad sebagai kawasan sejarah Jeddah (Jeddah Historic District).
Bulan Februari tahun 2008, pemerintah kota tersebut juga menawarkan pinjaman dana sebesar 20.000 riyal (satu riyal sekitar Rp2.850-red) bagi pemilik gedung tua di kawasan sejarah Al Balad untuk membangun kembali gedung-gedung mereka.
Tawaran itu diberikan setelah Rumah Baasheen, salah satu gedung bersejarah di kawasan itu, terbakar karena hubungan pendek listrik.
Namun, tawaran itu tampaknya belum banyak direspon para pemilik gedung tua di Al Balad. Aktifitas renovasi gedung belum terlihat di kawasan itu.
Hanya ada sebuah gedung renta berlantai dua tak jauh dari bunderan Al Balad yang tampaknya akan direnovasi, sebuah spanduk besar bergambar rencana induk renovasi gedung di pasang pada bagian samping temboknya.
Sementara itu, gedung tua bertingkat lima di sampingnya belum ada tanda-tanda akan direnovasi. Padahal bangunannya sudah miring, ornamen kayu berukir yang menutupi seluruh permukaan bagian depan gedung pun sudah robek di sana-sini. Alam secara perlahan telah menggerogoti keindahannya.
Tetapi, setiap sore warga sekitar masih berkumpul di halaman gedung itu, duduk-duduk sambil minum kopi, menikmati pemandangan pantai dan menghadang hembusan angin sore yang sejuk dan asin.
Gedung-gedung tua lain di kawasan itu nasibnya juga tak jauh berbeda dengan gedung tak bernama itu. Tenggelam diantara hiruk pikuk kota yang dari waktu ke waktu terus berkembang dan bergerak maju seiring berjalannya waktu. (*)
Oleh Oleh Maryati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2009