Malang (ANTARA News) - Ekonom Kwik Kian Gie menilai, sampai 65 tahun Indonesia merdeka dari belenggu penjajahan, sistem perekonomian negeri ini tetap dualistik seperti diterapkan pemerintahan Hindia Belanda.
"Hanya saja kedudukan bangsa penjajah sekarang ini digantikan oleh sekelompok kecil elite bangsa Indonesia, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama dengan mitra asing," tegas Kwik ketika berbicara dalam Seminar Refleksi 65 Tahun Kemerdekaan Ekonomi Indonesia di Malang, Kamis.
Dia menilai perusahaan padat modal dan berteknologi, memiliki mitra dari Indonesia yang hanya berfungsi sebagai agen perampokan kekayaan alam di wilayah Republik Indonesia.
Dahulu, katanya, dibawah ancaman bayonet dan bedil, rakyat Indonesia dipaksa menanam rempah-rempah dengan upah rendah, tapi sekarang dengan landasan undang-undang yang legal dan praktik KKN, segelintir orang Indonesia dan perusahaan asing mengeruk dan memiliki kekayaan alam negeri ini.
Menurutnya, dibandingkan dengan perolehan kolonialis Belanda, nilai yang diambil bangsa asing di masa merdeka justru beribu-ribu kali, bahkan berdampak pada perusakan lingkungan dan terkurasnya mineral tidak terbarukan.
Penerapan sistem ekonomi dualistik tersebut, tegasnya, sangat jelas terlihat dari bentuk badan hukum semua kegiatan usaha di Indonesia sudah diatur dalam UUD 1945, yakni koperasi, bukan kumpulan modal, di mana hak suara setiap orang sebanding dengan modal yang dimilikinya.
Tapi faktanya, jumlah usaha kecil (UMKM) sebanyak 49.640.469 dan jumlah perusahaan besar hanya 4.527 perusahaan.
Namun, dalam sumbangan pendapatan domestik bruto (PDB) sangat tidak seimbang, masing-masing 54 persen (UMKM) dan 46 persen (perusahaan besar).
Setiap perusahaan besar mampu menyumbang PDB Rp406 miliar per tahun, sedangkan UMKM hanya Rp43 juta per tahun.
Artinya, perusahaan besar mampu menyumbang 9.400 kali lipat dari sumbangan UMKM.
"Jadi jangan heran, meskipun kita sudah merdeka 65 tahun lalu, kondisi ekonomi kita tidak pernah beranjak menjadi lebih baik karena dualistik itu menciptakan kesenjangan yang cukup dalam," tegas Kwik.
E009/AR09
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010