Jakarta (ANTARA) - Anggota tim penasihat hukum Jumhur Hidayat, Oky Wiratama mengatakan saksi menyampaikan cuitan milik terdakwa penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian Jumhur Hidayat di Twitter bukan pemicu aksi demonstasi mahasiswa menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Ia menjelaskan, menurut saksi fakta dari tim penasihat hukum terdakwa Rozy Brilian Sodik saat memberikan keterangan saksi persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, aksi mahasiswa didorong oleh keresahan bersama bahwa ada banyak persoalan dalam proses pembahasan, penyusunan, sampai pengesahan UU Cipta Kerja terutama pada klaster ketenagakerjaan.

Rozy, yang menjabat sebagai Koordinator Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiwa Universitas Indonesia (BEM UI) pada 2020, menerangkan pihaknya telah membuat kajian terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja dan hasil kajian itu kemudian mendorong mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tahun lalu.

Aksi penolakan secara massal digelar oleh kelompok mahasiswa karena DPR RI dan pemerintah tidak merespon usulan mereka yang disampaikan dalam hasil kajian tersebut, kata Rozy sebagaimana diterangkan oleh tim kuasa hukum Jumhur.

Baca juga: Majelis Hakim PN Jaksel kabulkan penangguhan penahanan Jumhur Hidayat
Baca juga: Kuasa hukum: Majelis Hakim jangan langgar hak Jumhur sebagai terdakwa
Baca juga: Eks hakim MK sampai bekas menteri jamin penangguhan penahanan Jumhur

“Intinya, aksi yang dilakukan oleh kawan-kawan mahasiswa, dari teman-teman UI itu bukan karena postingan (unggahan) Jumhur,” kata anggota tim penasihat hukum terdakwa Oky Wiratama saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Keterangan saksi pada sidang di PN Jakarta Selatan, Senin, merupakan upaya membantah tuduhan jaksa yang menyebut cuitan Jumhur Hidayat di Twitter menyebabkan keonaran.

Jaksa sebelumnya mendakwa Jumhur dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.

Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Dakwaan jaksa itu bersumber pada cuitan Jumhur di media sosial Twitter tertanggal 7 Oktober 2020. Isi cuitan itu, “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.

Dalam cuitannya, Jumhur turut mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul “35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja”.

Massa dari berbagai kelompok, mahasiswa, buruh, pelajar, dan aktivis, menggelar aksi demonstrasi serentak di berbagai daerah pada Oktober 2020 sebagai wujud penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Aksi penolakan di beberapa kota, termasuk Jakarta berlangsung pada 6-8 Oktober 2020 dan demonstrasi itu berujung ricuh.

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021