Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot antarbank Jakarta, Senin sore, ditutup turun 10 poin menjadi Rp8.940-Rp8.950 per dolar dibanding akhir pekan lalu Rp8.930-Rp8.940, karena pelaku pasar berlanjut melepas rupiah.
Analis PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova di Jakarta, mengatakan, tekanan pasar cenderung meningkat hingga rupiah tertekan, namun posisi masih dibawah angka Rp9.000 per dolar.
"Kami memperkirakan rupiah hanya tertekan sesaat saja, namun peluang untuk kembali menguat hingga mencapai Rp8.900 masih besar," ucapnya.
Menurut dia, meningkatnya tekanan pasar, karena laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa laju inflasi Juli 2010 meningkat mencapai 1,57 persen.
Dengan inflasi year on year dan year to date masih di bawah lima persen, maka BI Rate berpeluang tetap bertahan di 6,5 persen, karena selisih inflasi berjalan dengan BI rate masih cukup lebar sekitar 200 basis poin, katanya.
Ia mengatakan, pemerintah dan BI harus bekerja keras untuk menahan ancaman lonjakan inflasi karena lima bulan ke depan masih ada hari-hari perayaan agama seperti Puasa, Lebaran, dan Natal yang biasanya memiliki tradisi inflasi yang tinggi.
"Di bulan-bulan mendatang tidak akan terjadi deflasi atau inflasi negatif. Padahal inflasi yang terkendali di bawah lima persen akan membantu penetapan BI rate di level 6,5 persen hingga akhir tahun," katanya.
Koreksi harga terhadap rupiah, menurut dia tidak perlu dikhawatirkan, karena ini merupakan hal yang biasa setelah mengalami kenaikan sepanjang pekan lalu.
Rupiah masih dapat menguat asalkan faktor eksternal yang tak menentu kembali positif yang mendorong pelaku kembali membeli rupiah, ucapnya.
Karena itu, menurut dia, peluang rupiah untuk naik masih besar bahkan akan bisa mencapai di bawah Rp8.900 per dolar AS.
"Kami optimis peluang rupiah untuk kembali menguat masih tinggi," ujarnya.
(T.H-CS/B012/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010