Kabul (ANTARA News) - Rakyat Afghanistan berunjuk rasa di ibu kota Kabul, Minggu, mengecam dugaan pembunuhan 52 warga di wilayah bergolak selatan oleh tentara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), tapi persekutuan itu menyatakan belum menemukan bukti kematian tersebut.

Lebih dari 200 orang berunjuk rasa atas peristiwa 23 Juli di daerah Sangin, provinsi Helmand, itu sesudah Presiden Hamid Karzai menyatakan terjadi serangan roket oleh helikopter tempur atas gugus hunian.

Pengunjuk rasa itu berteriak "Mampus Amerika" dan membawa menyeru keadilan dan gambar anak-anak, yang mereka katakan tewas akibat serangan di desa Regey itu, kata saksi di tempat kejadian tersebut.

Tapi, penyelidikan NATO dan pemerintah tidak menelurkan hasil bertentangan atas dugaan itu.

Dewan Keamanan Negara Afghanistan melakukan penyelidikan mandiri atas perintah presiden dan menemukan bahwa roket NATO menghantam rumah di Sangin, yang menewaskan 52 warga, termasuk perempuan dan anak-anak, kata Karzai.

Tapi penilaian sekutu dan pejabat Afghanistan, termasuk gambar dari tempat kejadian itu dan wawancara dengan saksi, menyatakan tidak ada masalah dalam hal kenyataan atau bukti, kata juru bicara Pasukan Bantuan Keamanan Asing (ISAF) pimpinan NATO, Brigadir Jenderal Josef Blotz.

Blotz mengatakan bahwa pada 23 Juli terjadi pertempuran antara pasukan sekutu dengan pemberontak dalam beberapa jam di daerah beberapa kilometer dari desa Regey.

Di sana, katanya, peluru cerdas digunakan pada gugus tempat enam hingga delapan orang, sebagian besar pejuang, tewas, meskipun 1-3 warga mungkin "tanpa sengaja terbunuh".

Blotz mengatakan bahwa menyelesaikan sengketa itu adalah hal mendesak bagi NATO, tapi tidak ada tenggat untuk kesimpulan dari penyelidikan tersebut.

"Kami perlu menutup perkara itu segera. Itu penting," kata Blotz.

Masalah itu peka di Afghanistan, tempat banyak orang menyalahkan kehadiran pasukan asing atas kekerasan hampir sembilan tahun perlawanan pimpinan Taliban.

Hampir 150.000 tentara Amerika Serikat dan NATO dikerahkan di Afghanistan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa 2.412 warga tewas dalam perang pada 2009, membuatnya tahun paling mematikan bagi rakyat jelata Afghanistan sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Alqaida Osama bin Ladin.

Osama dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adidaya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Taliban menuduh Jenderal Amerika Serikat David Petraeus membunuh lebih banyak rakyat dan lebih banyak melancarkan serangan tentara adidaya itu dan NATO sejak mengambil alih komando di Afghanistan, kata kelompok pemantau SITE pada Kamis.

"Satu-satunya kehebatan Petraeus sejak mengambil alih komando pasukan Amerika Serikat dan NATO tiga pekan lalu adalah korban di kalangan rakyat, yang harus dianggap siasat baru perangnya," demikian Taliban Afghanistan di lamannya, seperti dikutip SITE.

Kelompok itu menyatakan 90 warga bukan petempur tak bersenjata menjadi korban dalam pemboman buta penjajah Amerika Serikat di seluruh Afghanistan dalam dua pekan terakhir, dengan menambahkan bahwa tindakan seperti itu hanya menciptakan peningkatan kebencian rakyat Afghanistan terhadap pasukan asing.(*)

AFP/B002/Z002

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010