London (ANTARA News) - Wakil perdana menteri Inggris saat serbuan 2003 terhadap Irak, Jumat, mengatakan ia memiliki keraguan mengenai informasi intelijen bahwa Saddam Hussein mempunyai senjata pemusnah massal (WMD), dan menggambarkan sebagian keterangan itu cuma omong kosong.

John Prescott, yang menjadi wakil Tony Blair selama masa jabatannya, mengatakan ia menduga laporan intelijen mengenai WMD sebelum perang tersebut "sangat tidak berdasar", sebagaimana dikutip dari Reuters.

Prescott juga mengatakan penyelidikan di London mengenai peran Inggris di dalam konflik itu bahwa pengacara utama pemerintah telah menghadapi tekanan besar agar mengatakan apakah aksi militer sah dan tidak "berlebihan".

Prescott adalah orang terakhir yang dijadwalkan memberi bukti terbuka bagi penyelidikan yang sudah mendengarkan kesaksian dari Blair, pendahulunya Gordon Brown, dan menteri senior lain, pegawai pemerintah dan pejabar militer.

Namun, ketua komite John Cilcot, Jumat, mengatakan ia mungkin memanggil saksi untuk menjernihkan "konlfik dalam bukti".

Keputusan untuk terlibat perang adalah episode paling kontroversial selama 10 tahun Blair menjadi perdana menteri, sehingga memicu protes luas, perpecahan di dalam Partai Buruh dan tuduhan ia telah menipu masyarakat mengenai alasan serbuan.

Banyak pengeritik telah lama berkilah bahwa Blair menjanjikan mantan presiden AS George W. Bush pada April 2002 bahwa Inggris akan mendukung aksi militer untuk menjatuhkan Saddam, lalu membesar-besarkan laporan intelijen mengenai WMD.

"Ketika saya terus membaca (laporan dinas keamanan), saya terus berfikir, `Ini kah intelijen?`" kata Prescott kepada komite itu.

"Tentu saja apa yang anda lakukan di dalam intelijen adalah agak omong kosong di sini dan sedikit tambahan informasi di sana. Saya tak memiliki bukti apa pun untuk merasa bahwa semuanya keliru tapi saya cuma merasa agak gelisah mengenai kesimpulan tentang kekuatan Irak yang aku kira tampak sebagai intelijen yang sangat terbatas."

Prescott mengatakan dia tidak mengetahui apakah Blair telah membuat komitmen bagi aksi militer pada 2002 tapi mantan perdana menteri tersebut telah berhasil membujuk Bush untuk mencari dukungan PBB bagi setiap tindakan.
(C003/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010