Jakarta (ANTARA News) - PT SMART Tbk (SMART) membantah tuduhan Greenpeace telah merusak lingkungan dan habitat orang hutan seperti dilansir dalam laporannya yang dipublikasikan bertajuk "How Sinar Mas is expanding its empires of destruction".
"Seluruh area konsesi yang dimilik atau pun dikelola SMART dan induk perusahaan Golden Agri Resources berada di atas lahan terdegradasi berdasarkan konsesi yang diberikan pemerintah RI sesuai hukum dan peraturan perundangan," kata Corporate Affairs SMART, Fajar Reksoprodjo dalam siaran pers yang diterima ANTARA, Jumat.
Berkenaan dengan area konsesi di Provinsi Papua, SMART hanya mengelola total area seluas 13.327 hektar di Kabupaten Jayapura, bukan 1 juta hektar sebagaimana yang dinyatakan dalam laporan Greenpeace.
Area konsesi SMART di Kabupaten Jayapura berada di atas lahan terdegradasi dan bukan di atas hutan primer. Pada 9 Januari 2007, SMART mengumumkan pemerintah daerah setempat telah mengalokasikan 1 juta ha lahan di Papua bagian Selatan untuk proyek biodiesel, yang kemudian ditunda untuk sementara waktu atas pertimbangan aspek ekonomi, agronomi, sosial, lingkungan dan peraturan perundangan. Saat ini, SMART tidak memiliki izin lahan mana pun di area yang dimaksud.
Apabila kami memutuskan untuk melanjutkan proyek ini ke depannya, kami akan mengajukan permohonan persetujuan dan izin yang dibutuhkan, termasuk izin lahan, jika lahan masih tersedia, jelasnya.
Mengenai orang hutan, Fajar mengatakan, untuk area konsesi SMART yang dikelola PT Bangun Nusa Mandiri tidak ditemukan habitat satwa langka tersebut.
Perusahaan sebelum mengembangkan lahan, terlebih dahulu melaksanakan penilaian aspek lingkungan sesuai kebutuhan, termasuk penilaian identifikasi High Conservation Value atau Nilai Konservasi Tinggi (HCV), sesuai dengan komitmen sustainability SMART dan pedoman Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Penilaian HCV dilakukan oleh konsultan penilai independen yang diakui RSPO. Peta dari United Nations Environment Programme (UNEP) yang menjadi rujukan Greenpeace, menunjukkan distribusi orang-utan secara global di Kalimantan sementara penilaian identifikasi HCV yang dilakukan oleh SMART menggunakan peta spesifik dan detil atas area konsesi PT BNM.
Penilaian tersebut mengungkapkan bahwa tidak ditemukan habitat orang-utan di atas lahan konsesi, atau pun bukti dari keberadaan lahan gambut. Area konsesi terdiri dari 15 persen lahan dengan HCV yang telah dikonservasi SMART.
Sementara mengenai pembukaan lahan yang dilaksanakan PT ALM sejak april 2010, Fajar mengatakan, hanya dilakukan pada lahan yang terdegradasi saja, bukan lahan gambut seperti dituduhkan.
"Kami ingin mengklarifikasi foto pada halaman 2 laporan Greenpeace, diambil pada 5 Juli 2010, bukanlah area konsesi PT ALM, sebagaimana disorot oleh Greenpeace. Lokasi tersebut berada sekitar 1 kilometer sebelah utara dari Dusun Tanjung Medan, dan merupakan area konsesi yang dimiliki perusahaan lain yang tidak terkait dengan SMART ataupun GAR.
Sehubungan dengan foto yang diambil pada 5 Juli 2010 dalam halaman 15 laporan tersebut, kami dapat mengkonfirmasi bahwa area konsesi tersebut milik PT ALM. Namun, SMART ingin kembali menekankan bahwa tidak ada kegiatan pembukaan lahan gambut.
Pada faktanya, SMART tengah membangun kanal, yang akan memberikan kemampuan retensi air pada level optimum bagi konservasi lahan gambut.
Fajar mengatakan, SMART patuh dan tunduk pada hukum dan peraturan perundang-undangan Pemerintah Republik Indonesia serta prinsip-prinsip dan kriteria RSPO.
(G001/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010