Jakarta (ANTARA News) - Mendengar berita Kepala Biro SKH Kompas untuk wilayah Kalimantan H Muhammad Syaifullah (43) meninggal, sulit rasanya untuk mempercayai kabar itu.
Pasalnya, ayah dua anak ini baru saja bertemu dengan penulis sekitar Februari 2010 untuk membahas kekurangan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji tahun itu.
Penulis bertemu dengan Syaiful di Balikpapan. Ia menjemput di Bandara Sepinggan, kemudian membawa penulis ke sebuah rumah makan di luar kota minyak itu.
Ipul, demikian biasa penulis memanggilnya, memesan ikan bakar khas Banjarmasin yang menjadi kesukaannya. Ia lebih banyak membicarakan persoalan liputan haji. Maklum pada 2008, Syaiful bersama penulis meliput penyelenggaraan ibadah haji di tanah suci sehingga kepeduliannya pada pelaksanaan rukun Islam tersebut demikian tinggi.
Sebelumnya, penulis pun bersama dia melakukan kegiatan jurnalistik di bumi Katulistiwa, Kalimantan Barat. Sekitar tahun 2000, Ipul ditempatkan manajemen Kompas di Pontianak sebagai kepala biro. Sementara penulis menjabat sebagai kepala biro Antara di kota yang sama.
Selama berada di Pontianak, penulis sempat "mengerjai" Ipul dengan mengabarkan ia sedang merayakan ulang tahun di kantornya. Melalui sebuah radio swasta di Pontianak, penulis menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kepada Ipul.
Padahal hari itu tak ada perayaan di kantornya, apa lagi ulang tahun. Mendengar kabar dari radio Ipul sedang berulang tahun, teman-teman pers mendatangi kantor redaksi biro kompas di Pontianak untuk menyampaikan ucapan selamat.
Pemilik nama pun bingung, dan bertanya siapa yang menyebarkan berita ulang tahun. Setahun kemudian, penyebar berita ulang tahun itu baru terbongkar ketika penulis bersamanya melakukan kegiatan jurnalistik di pedalaman Kalimantan Barat. Beberapa kota dikunjungi antara lain Sintang, Nangabadau dan Nangatupai.
Di kota Sintang, tatkala mobil dinas Ipul rusak karena membentur batu hingga tanki olinya bocor, penulis mengaku telah menyebarkan berita ulang tahun dirinya itu.
Ipul, yang mendengar pengakuan penulis, mengaku haru karena rekan-rekannya di Pontianak begitu terasa dekat.
"Mereka menyampaikan ucapan selamat ulang tahun," kenang Ipul ketika itu.
Kenangan bersama Ipul tak sampai di situ. Sekitar 2002, penulis kembali berdinas di Jakarta. Ipul kembali ke Balikpapan. Sekitar 2008, penulis mendengar Ipul ditugasi manajemen Kompas untuk meliput haji.
Penulis mengontak Ipul. Ternyata ia mengaku bahwa tugas yang diberikan itu terasa mendadak. Ia minta bantuan agar dibantu proses kepergiannya itu oleh Humas Departemen Agama, Toto.
Ketika berada di Jakarta, pembayaran kepergian ke tanah suci makin dekat. Ia membawa uang pelunasan menjelang detik-detik penutupan.
Penulis pun meminta Ipul agar mendatangi tempat pengurusan dokumen haji. Alhamdulillah, proses kepergian Ipul pun lancar.
Di tanah suci, Ipul bekerja bergabung dengan rekan-rekan Media Center Haji (MCH). Meski tanpa melalui pelatihan petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Pondok Gede, Jakarta, ia memahami betul ritual haji di tanah suci.
Baca buku manasik
Ia mengaku sebelumnya telah banyak membaca buku manasik haji. Ketika permasalahan haji mencuat di tanah suci, ia tak terlalu cepat menurunkan berita sebelum mendapat konfirmasi dari para petugas haji.
Ipul tergolong teliti dalam memberitakan masalah haji. Ia tahu persis dampak berita yang ditimbulkan di tanah air akibat ketidakakuratan suatu berita. Karena itu, meski tak terlalu dikenal di kalangan petugas PPIH, ia banyak bertanya dengan sesama rekan pers tentang permasalahan haji.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Biro SKH Kompas untuk wilayah Kalimantan H Muhammad Syaifullah (43) ditemukan meninggal di ruang tengah rumahnya di Komplek Balikpapan Baru No 8 Blok S 2, Balikpapan, pukul 08.00 Senin (26/7).
Almarhum meninggalkan seorang istri, Isnaniah Sri Rohmani, dan dua orang putri yaitu Dilla dan Naza. Dilla siswa kelas satu SMP dan Naza baru masuk SD. Istri dan anak-anaknya tinggal di Banjarmasin sementara almarhum tinggal sendirian di Balikpapan.
Almarhum ditemukan oleh Wahyu Hidayat dan Tri Widodo, dua sahabatnya, sedang terbaring terlentang di depan televisi. Almarhum hanya mengenakan sarung tanpa baju. Tangan kanan almarhum memegang remote televisi. TV-nya sendiri tak menyala.
Di dekat tubuhnya ditemukan obat sakit kepala dan gelas bekas limun. Mulut almarhum berbusa.
Wahyu Hidayat adalah mantan wartawan Trans TV dan Tri Widodo adalah wartawan SCTV untuk liputan Balikpapan.
Oleh Wahyu dan Tri Widodo, penemuan ini segera dilaporkan kepada petugas keamanan komplek yang juga segera melaporkan kepada polisi. Pukul 10.30 polisi kemudian membawa mendiang ke RS Bhayangkara Balikpapan, Jalan Jenderal Sudirman.
Sementara itu hasil otopsi dokter kepolisian atas jenazah Muhamad Syaifullah menyimpulkan penyebab kematian Kepala Biro Kompas di Balikpapan, Kalimantan Timur itu akibat hipertensi.
"Tadi hasil sementara yang disampaikan kedokteran Bhayangkara, tidak ada tanda kekerasan, ditemukan hipertensi dan penggumpalan darah diotak," kata Redaktur Pelaksana Harian Kompas, Budiman Tanuredja kepada VIVAnews, Senin 26 Juli 2010 malam.
Budiman mengatakan bahwa Syaifullah punya riwayat penyakit hipertensi. Hal ini juga diakui oleh pihak keluarga.
"Istri mengakui adanya gejala hipertensi," ujar Budiman.
Di mata penulis, Syaifullah tergolong wartawan bersahaja. Tak pernah menonjolkan kepandaiannya di hadapan publik, sekalipun ia tahu persoalannya.
Alumni Universitas 11 Maret Solo itu juga tak pernah terlihat menunjukkkan kebolehannya dalam mengangkat isu lingkungan hidup, masalah sosial dan kerukunan etnis yang kerap mencuat di wilayah kerjanya.
Kini Ipul telah berpulang ke pangkuan Illahi. Keteladanan dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik dan kepeduliannya terhadap lingkungan perlu diapresiasi. Selamat jalan H Muhammad Syaifullah.
(T.E001/A011/P003)
Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010