Jakarta (ANTARA News) - Kasus pencemaran Laut Timor oleh tumpahan minyak dari sumur lepas pantai milik Australia seharusnya memicu pemerintah untuk melakukan sesuatu demi mempertahankan harga diri bangsa.

Pengamat maritim dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie mengemukakan hal itu dalam diskusi Pencemaran Laut Timor yang diselenggarakan Indonesia Maritime Institute (IMI) di Jakarta, Kamis.

Dosen FISIP UI itu mempertanyakan amendemen berkali-kali terhadap UUD 1945 tapi akhirnya cenderung menjadi pajangan. "Kita terlalu sibuk mengurus UU dan melupakan apa sesungguhnya strategic interest kita," ujar Connie.

Selain itu, ia juga mengingatkan tentang inkonsistensi pemerintah untuk menentukan total klaim kerugian. Connie mengulang bagaimana Menteri Perhubungan Freddy Numberi mengatakan total ganti rugi pencemaran itu mencapai 5 juta dolar AS. Di sisi lain, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mencapai 10 juta dolar AS, sementara Gubernur NTT menyatakan jumlah total kerugian 700 juta dolar AS.

Namun, pendataan dari tim nasional justru "turun" hingga Rp247 juta.

Pada diskusi tersebut, pakar oseanografi IPB Jonson L Gaol mengutip berita di sebuah media bahwa Indonesia tidak menggunakan teknologi untuk mendeterminasi pencemaran Laut Timor telah mencapai wilayah perairan Indonesia.

"Sebenarnya dari satelit bisa kita pantau ke mana minyak itu merembes," ujar Jonson.

Adapun pakar pencemaran laut IPB DF Lumban Batu menjabarkan bagaimana dampak pencemaran minyak yang meresahkan masyarakat itu terjadi. Ia mengemukakan minyak yang memasuki ekosistem perairan dapat merugikan komponen-komponen biotik.

Sementara Direktur Eksekutif IMI, Y Paonganan mengatakan, masalah pencemaran laut bukanlah masalah sepele, karena hal tersebut menyangkut pertaruhan harga diri Indonesia sebagai sebuah bangsa.

"Jangan sampai Indonesia dipermalukan hanya karena tidak memiliki data yang akurat soal dampat dari tumpahan minyak Montana itu," katanya.

Untuk itu, Paonganan meminta agar pemerintah Indonesia dan Australia membentuk tim independen untuk meneliti tumpahan minyak tersebut agar bisa benar-benar mendapatkan data yang pasti, tidak karut-marut seperti sekarang ini.

"Kalau sekarang kan tidak ada data yang pasti. Angka yang disebut untuk mengklaim kerugian pun beda-beda antara Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak (PKDTM) di Laut Timor dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemda NTT," ujaranya.(*)
(R009/K004/BRT)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010