Kami punya awak kapal asing non-yustisia, ada sebanyak 500 lebih di seluruh Indonesia

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan bahwa ada lebih dari 500 awak kapal ikan asing yang perlu untuk direpatriasi atau dipulangkan ke negara mereka masing-masing.

"Kami punya awak kapal asing non-yustisia, ada sebanyak 500 lebih di seluruh Indonesia," kata Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP Pung Nugroho Saksono, yang akrab dipanggil Ipunk, di Jakarta, Rabu.

Ipunk mengungkapkan bahwa berbagai awak kapal ikan asing tersebut tersebar di berbagai tempat seperti ada yang di pangkalan Batam, Pontianak, dan lokasi lainnya.

Untuk itu, ujar dia, sinergi dengan berbagai hal juga merupakan hal yang penting seperti dengan pihak keimigrasian serta dengan pihak Kementerian Luar Negeri.

Langkah repatriasi, masih menurut Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP, adalah penting agar awak kapal ikan asing itu tidak menjadi beban dan tidak menjadi blunder di lapangan. Ia meyakinkan bahwa dalam proses penitipan awak kapal ikan asing itu tetapi menjaga asas-asas HAM.

Indonesia, lanjutnya, sudah pernah melakukan repatriasi massal hingga sekitar tiga kali. Bahkan, Ipunk menuturkan kisah bahwa dahulu ada awak kapal ikan asing yang direpatriasi diberikan baju batik, dan ternyata kemudian saat kapalnya ditangkap kembali, ternyata masih tetap memakai batik yang diberikan.

Ipunk mengemukakan, efek jera masih belum terlalu nyata dapat diterapkan karena masalah penangkapan ikan ilegal juga terkait dengan masalah "perut" atau ekonomi.

"Kalau untuk zero (tidak ada lagi aktivitas penangkapan ikan ilegal) terus terang tidak bisa, tetapi kami harus meminimalkan," katanya dan menegaskan bahwa negara selalu hadir untuk mengawal wilayah perairan Nusantara.

Berdasarkan data KKP, ada sebanyak 82 unit kapal yang telah ditangkap karena melakukan pencurian ikan, baik yang dilakukan oleh kapal ikan Indonesia (KII), maupun kapal ikan asing (KIA).

"Dari PSDKP, sejak awal tahun hingga sekarang sudah menangkap 82 unit kapal, termasuk KII. Dari 82 tersebut KII sebanyak 68 kapal, dan KIA 14 kapal," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Suharta dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (29/4).

Suharta menyebutkan, dari 14 kapal ikan asing yang ditangkap berasal dari Vietnam dan Malaysia yang masing-masing tujuh kapal.

Sebelumnya, Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan bahwa banyaknya penangkapan kapal ikan yang melanggar regulasi selama era kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono adalah pencapaian positif.

"Keberhasilan Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal yang melakukan pelanggaran dan kejahatan perikanan dalam tiga bulan belakangan ini merupakan pencapaian positif. Artinya, upaya pengawasan yang sempat kendur di era menteri sebelumnya kini mulai diaktifkan kembali," kata Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Senin (12/4).

Namun demikian, ujar dia, KKP mesti memperluas ruang lingkup pengawasan bukan saja pada pelanggaran zona tapi pada jenis pelanggaran lainnya yang masih terjadi.

"Indikasi pelanggaran terlihat dengan masih banyaknya kapal ikan yang melakukan praktik markdown, perizinan yang sudah mati, ketidakpatuhan menyampaikan laporan hasil tangkapan dan banyaknya pelabuhan tangkahan yang masih beroperasi," kata Abdi.

Baca juga: Pemerintah perlu integrasikan regulasi terkait awak kapal ikan
Baca juga: IOJI temukan masih ada pelanggaran HAM ABK Indonesia di kapal asing

Baca juga: KKP tangkap 82 unit kapal illegal fishing sepanjang 2021

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021