Surabaya (ANTARA News) - Pakar otonomi daerah Prof Dr Ryaas Rasyid mengusulkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 dengan menerapkan sistem distrik.
"Kami mengusulkan Pemilu 2014 lebih baik menggunakan sistem distrik," katanya saat menghadiri Kongres Nasional II Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) di Surabaya, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa sistem distrik lebih efektif dibandingkan dengan sistem yang ada saat ini, apalagi dengan adanya rencana penyederhanaan jumlah partai politik.
"Untuk apa penyederhanaan partai, kalau tidak diikuti dengan pengurangan jumlah kursi legislatif," kata guru besar Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) itu.
Oleh karena tidak ada pengurangan jumlah kursi di legislatif, Ryaas menawarkan Pemilu 2014 menerapkan sistem distrik karena lebih efektif dan efisien.
Menurut dia, dalam sistem distrik setiap partai politik hanya berhak mengajukan satu calon anggota legislatif. "Jadi, kalau jumlah partai politik sebanyak 30, maka dalam satu distrik calon legislatifnya hanya ada 30 orang," kata Deklarator PDK itu.
Selain itu sistem distrik juga memudahkan pihak panitia penyelenggara, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena proses pendaftaran calon anggota legislatif lebih mudah.
"Itu pun kalau KPU mau. Kalau tidak, berarti KPU memang senang dengan sistem pemilu yang rumit ini," kata salah satu penyusun Undang-Undang Otonomi Daerah itu.
Terkait dengan penyederhanaan jumlah partai politik, Ryaas mengaku tidak setuju. "`Electoral parliamentary threshold` sebesar 2,5 persen itu sangat berat bagi partai politik. Untuk mendapatkan suara sebanyak itu butuh perjuangan," katanya.
Kalau pun sistem itu diakomodasi dalam revisi Undang Undang Pemilu, maka dia mengusulkan agar jangan sampai mengarah pada fusi antarpartai politik seperti yang pernah terjadi pada awal pemerintahan Orde Baru.
"Fusi itu menghilangkan ideologi setiap partai politik. Demikian juga dengan simbol dan pengurus partai politik akan hilang dengan sendirinya," katanya.
Menurut dia, yang paling tepat adalah menerapkan sistem konfigurasi sehingga ideologi, simbol, dan struktur kepengurusan tetap terakomodasi dalam partai induk yang dinyatakan memenuhi ambang batas perolehan minimal suara (electoral parliamentary threshold).
Sebelumnya, dalam Kongres Nasional II PDK, Ryaas Rasyid menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik yang didirikannya pada 28 Juli 2002.
Presiden PDK itu lebih memilih jabatannya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI (Wantimpres).
(ANT/A024)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010