Jakarta (ANTARA) - Profesor Jurnalisme dari Universitas George Washington, Janet E.Steele menekankan pentingnya mendidik masyarakat tentang apa sebenarnya berita palsu itu.
"Kita saat ini sangat rentan terhadap berita palsu. Berita palsu itu ada di semua negara ditunjang adanya kemajuan teknologi," ujar Janet E.Steele dalam diskusi virtual memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia, Selasa.
Janet Steele mengatakan berita menyebar begitu cepat dan terutama di platform media sosial
"Karena ada begitu banyak informasi secara daring, kebanyakan dari kita cenderung mengandalkan media sosial untuk menentukan kredibilitas informasi dan ini sulit untuk membetulkan. Saya mengulangi apa yang teman saya katakan dan sekali informasi seperti ini menyebar sangat sulit untuk dikoreksi," kata dia.
Ia mengatakan berita palsu maupun kabar bohong (hoax) merupakan masalah besar.
"Menariknya, kita semua paham bahwa hoax maupun berita palsu adalah sesuatu yang sengaja disebarkan dan menyesatkan. Banyak orang tidak begitu memahami hal itu dan mereka hanya berpikir bahwa berita palsu maupun hoax adalah propaganda.
Atau sesuatu yang tidak akurat tetapi kemudian diperbaiki atau sebuah cerita yang mereka tidak suka, kata dia.
Untuk mengatasi berita palsu maupun hoax, lanjut dia, dapat menggunakan apa yang disebut "sandwich kebenaran" yaitu di mana Anda mulai dengan kebenaran dan kemudian Anda menunjukkan kebohongan dan kemudian Anda kembali ke kebenaran daripada hanya melaporkan di telepon dan mengatakan, mengapa itu salah,
Mulailah dengan kebenaran, lalu katakan kebohongan dan kemudian kembali ke kebenaran, ujar Janet Steele.
"Jadi, contoh ini adalah salah satu yang saya baca. Sudah beberapa hari sejak calon wakil presiden, Kamala Harris, bergabung dengan Joe Biden, dan serangan birtherisme (teori konspirasi kewarganegaraan) dimulai. Seorang penasihat kampanye Trump secara terbuka mempertanyakan. Apakah Harris memenuhi syarat untuk ikut serta dalam Pemilu?. Harris lahir di AS dan jelas memenuhi syarat. Jadi itu akan dimulai dengan kebenaran yang menunjukkan kebohongan dan kemudian kembali pada kebenaran. Jadi itu adalah satu hal yang jurnalis Amerika coba lakukan dan saya pikir itu benar-benar berguna untuk teman-teman jurnalis di Indonesia, Malaysia dan Filipina," ujar dia.
Baca juga: Facebook Messenger batasi teruskan pesan, perangi berita palsu
Baca juga: Taiwan sebut tuduhan baru China soal mata-mata sebagai berita palsu
Baca juga: Badan amal Inggris soroti maraknya berita palsu seputar COVID-19
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021