Jakarta (ANTARA) - Jesuit Refugee Service (JRS), satu lembaga swadaya masyarakat, mengkampanyekan Konvensi Larangan Bom Curah (Cluster Bomb) kepada masyarakat dengan menggunakan medium film dokumenter.
"Kami menggunakan media film supaya masyarakat dapat mempelajari konvensi itu dalam waktu sebentar," kata Lars Stenger dari National Information Advocacy JRS Indonesia di studio Kineforum, Rabu malam.
JRS, yang bekerja sama dengan Kineforum, menayangkan beberapa film dokumenter mengenai bom curah -- munisi yang berisi beberapa hingga ratusan peledak kecil -- pada 28 Juli - 3 Agustus 2010 di studio Kineforum, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Ia menjelaskan masyarakat bisa belajar sejarah bom curah, dampaknya, konvensi larangan tersebut dan sisi masyarakat yang menjadi korban dengan singkat.
Indonesia, kata Stenger, telah menandatangani konvensi tersebut, tetapi masih dalam proses ratifikasi dan diharapkan selambatnya tahun depan sudah berlaku.
Memang Indonesia belum pernah tercatat menggunakan bom curah, tetapi memiliki persediaan munisi tersebut, tambahnya.
"Walaupun Indonesia bukan negara yang tercemar bom curah, seperti Laos, Kamboja dan Vietnam, tetapi diharapkan berperan mempromosikan larangan penggunaan jenis bom itu di Asia Tenggara," kata pekerja kemanusiaan berwarga negara Jerman tersebut.
Ia mengharapkan kampanye ini bisa membangun solidaritas masyarakat hingga mendorong pemerintah, yang kemudian segera meratifikasi, guna membantu promosi di Asia Tenggara.
Pada 1 Agustus 2010, JRS akan mengadakan peringatan hari penetapan Konvensi Larangan Bom Curah di Kolese Kanusius, Jakarta, bersama dengan negara lain di dunia. Acara dibuka untuk umum dan akan diisi dengan pentas musik, pameran foto, pemutaran film dokumenter dan diskusi.
JRS yang didirikan pada November 1980 sebagai karya Serikat Yesus sebagai reaksi atas penderitaan manusia perahu dari Vietnam di Pulau Galang, Indonesia, merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat dengan misi menemani, melayani dan membela hak-hak pengungsi dan orang-orang yang terpaksa mengungsi.
JRS memasuki masalah bom curah dalam agenda kemanusiaannya karena banyak dari pengungsi di Kamboja dan Laos yang menjadi korban dari peledak tersebut.
Bom curah merupakan munisi berisi beberapa hingga ratusan peledak kecil yang disebar di udara untuk mendapatkan daya hancur yang luas.
Banyak dari ribuan munisi kecil tersebut yang tidak meledak saat mendarat karena berbagai hal, seperti jatuh dalam lumpur, tersangkut pada pohon atau proses pemicu yang kurang sempurna, dan tetap aktif walau sudah puluhan tahun.
Berbeda dari ranjau darat yang berfungsi untuk membuat cacat, bom curah berfungsi untuk menewaskan. Keduanya memiliki kesamaan yaitu non-diskriminatif, sehingga melukai warga sipil maupun binatang ternak, walau asal mulanya untuk perang. (IFB/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010