Jakarta (ANTARA News) - Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan, diperlukan satu komando untuk menyatukan unit-unit kontra teror yang dimiliki TNI dan Polri guna mengatasi terorisme.
"Kesatuan komando tersebut dalam koridor hukum dan kedudukannya di bawah Badan Antiterorisme Nasional," katanya dalam acara Simposium Nasional dengan tema "Memutus Mata Rantai Radikalisme Dan Terorisme" di Jakarta, Rabu.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Wapempelred Bidang Umum Perum LKBN Antara Akhmad Kusaeni, Kiki mengatakan, selain kepolisian yang sekarang menjadi penegak hukum, keikutsertaan anggota TNI juga diperlukan dalam memberantas terorisme.
Ia mengatakan, pada satu sisi Polri secara sendirian menghadapi aksi terorisme yang terorganisir secara global-regional, memiliki kesatuan komando, gerakannya bersifat multidimensi, dan dilakukan melalui gerakan bawah tanah.
Sehingga, lanjutnya, Polri mengalami kelebihan beban dan tidak mungkin mampu melakukan tugas memutus mata rantai radikalisme-terorisme dengan memadai.
Menurut Kiki, pada sisi lain unit-unit yang dimiliki TNI dianggurkan, tidak diberi peran, paling jauh kebersamaan mereka hanya dalam latihan gabungan.
"Kalau membiarkan tetap sendiri-sendiri justru akan berbahaya," katanya menambahkan.
Penyatuaannya, ujarnya, harus dari satu atap. Badan tersebut bersifat lintas organisasi dan lintas fungsi serta diberikan kewenangan dan anggaran yang cukup.
Ia menilai, terorisme akan berkembang luas ke depan karenanya diperlukan dibuat badan ini. Teknisnya dari mulai pencegahan hingga penindakan.
Selain itu, ia juga mengimbau, untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan warga bangsa dan antar-bangsa melalui Gerakan Anti-Terorisme secara nasional yang terkoordinasi dalam lingkup global.
"Karena teroris bergerak `senyap` sehingga sulit terdeteksi lebih awal jika kesadaran dan kewaspadaan rendah," katanya.
Kiki menilai, terorisme adalah musuh bagi kemanusiaan, kebangsaan, dan peradaban sehingga untuk mengatasinya diperlukan pendekatan yang bersifat multi aspek dan multi disipliner, dengan operasionalisasi terpadu, dan perangkat hukum yang cukup mendukung. (*)
(ANT-006/Z002/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010