Bogor (ANTARA News) - Keluarnya fatwa haram terhadap konten sebagian tayangan "infotainment" atau siaran hiburan televisi yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Selasa, tidak akan menimbulkan banyak dampak.
Pakar komunikasai dari Institut Pertanian Bogor, Mohamad Ihsan, di Bogor, Rabu, mengatakan, fatwa tersebut pada dasarnya sangat baik sebagai bentuk kontrol moral bagi masyarakat.
Menurut Ihsan, kendati fatwa MUI positif, namun dirinya pesimis fatwa tersebut akan memiliki dampak luas bagi masyarakat.
"Fatwa tersebut memberikan pesan edukasi yang sangat baik, agar masyarakat lebih mewaspadai bahaya dan dampak yang ditimbulkan infotainment," kata Ihsan.
Ia lantas memberikan contoh, tentang perilaku Krisdayanti dengan Raul Lemos yang mempertontonkan adegan porno di muka publik minggu lalu.
"Adegan tersebut sangat bertentangan dengan budaya bangsa kita dan ajaran Islam. Ini salah satu potret infotainment yang sudah tidak memperhatikan masalah etika dan norma sosial," tuturnya.
Sebelumnya pada lima tahun lalu menurut Ihsan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pernah mengeluarkan fatwa serupa.
Fatwa tersebut hanya ramai dalam pemberitaan beberapa minggu. Setelah itu surut, sehingga televisi tetap dengan nyaman terus menayangkan paket siaran infotainmentnya.
"Nasib fatwa infotainment kemungkinan besar akan sama dengan fatwa serupa yang pernah dikeluarkan PBNU. Hanya heboh sesaat," ujarnya.
Hal senada diutarakan oleh Wakil Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sirajula Falah (Sifa), Sudeni Al-Fatoni MA. "Fatwa tersebut sangat bagus, tapi saya kurang yakin akan berdampak ke masyarakat," ujar Sudeni.
Dikatakannya, lemahnya dampak fatwa tersebut lantaran regulasi industri media tidak ada yang bisa mengontrol secara langsung, sehingga mereka dengan leluasa bisa mengelola program siaran apapun.
Pemirsa sebagai Kontrol
Mohamad Ihsan mengungkapkan, saat ini tidak ada satu pun lembaga di dunia, di negara mana pun yang bisa melakukan kontrol terhadap media massa.
"Negara sekali pun tidak bisa melakukan kontrol. Kalau negara melakukan kontrol, akan dituding oleh pers sebagai tindakan campur tangan terhadap dunia media yang seharusnya independen," paparnya.
Oleh karena itu, Ihsam meyakini fatwa MUI tersebut tidak akan menimbulkan banyak dampak terhadap siaran infotainment di televisi, karena sifatnya hanya himbauan yang tidak mengikat.
Ia menegaskan, peran kontrol terhadap media massa baik cetak, elektrinik maupun online justru berada di "audience" atau pembaca/pemirsa. Peran "audience" sangat besar, sehingga dapat memberikan warna.
"Kontrol terhadap media ada di pembaca/pemirsa. Kalau kita tidak suka dengan program tertentu, tinggalkan saja. Dengan begitu siarannya tidak laku," ungkapnya.(*)
(ANT-053/M027/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010