Jakarta (ANTARA) - Penyakit alergi pada umumnya terjadi di semua kelompok umur dan lokasi di seluruh dunia. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam National Library of Medicine, hasil kolaborasi penelitian yang dilakukan oleh Komarow Hirsh dan Postolache Teodor, mencatat bahwa penyakit alergi memengaruhi 20 hingga 40 juta orang setiap tahun di Amerika Serikat, termasuk 10 persen hingga 30 persen orang dewasa, dan hampir 40 persen anak-anak.
Dari sekian banyak alergi yang dialami oleh para pasien, lebih dari 50 persen alergi kambuhan disertai dengan asma. Salah satu reaksi umum yang disebabkan oleh alergi adalah hidung tersumbat, yang dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk tampil secara atletis dalam jangka waktu yang lama.
Olahraga juga dapat memperburuk gejala asma, yang meliputi rasa sesak, batuk, nyeri dada, dan sesak napas. Bahkan individu yang biasanya tidak menderita asma dapat menjadi korban asma akibat alergi yang terjadi saat berolahraga.
Baca juga: Alergi bisa kambuh termasuk dari pasangan
Hal serupa juga terjadi dengan para atlet ataupun para pecinta olahraga.
Khusus untuk para atlet, mereka lebih rentan mengalami gejala alergi yang signifikan yang dipicu oleh paparan aeroalergen. Respon alergi menyebabkan hidung dan saluran pernapasan tersumbat, kesulitan bernafas, rasa kelelahan dan perubahan mood yang kemudian mempengaruhi performa atletik. Bahkan, pada beberapa kasus alergi tidak hanya dapat mengganggu prestasi dan juga dapat berakhir dengan kematian.
Untuk itu kita harus mengenali terlebih dahulu apa yang terjadi pada tubuh kita saat terjadi alergi.
Spesialis Kedokteran Olahraga dari RS Mitra Kemayoran Jakarta dr Michael Triangto, SpKO menjelaskan alergi itu disebabkan oleh bahan alergen yang kontak dengan tubuh kita baik itu melalui kulit, oral, injeksi dan alergen tersebut menyebabkan tubuh memutuskan untuk membentuk anti terhadap alergen tersebut.
Baca juga: Muncul alergi kulit selama WFH? Mungkin gara-gara stres
"Akibatnya akan tercetuslah proses peradangan yang dapat bermanisfestasi dalam bentuk kemerahan pada kulit, bengkak, gatal, sakit, sesak dan pada beberapa kasus akan menimbulkan efek lepuh pada kulit," jelas Michael melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Michael menambahkan bila pembengkakan tersebut terjadi pada mukosa saluran pernafasan dapat menyebabkan sesak akibat penyempitan dari jalan nafas yang bila tidak tertangani dengan tepat dapat berpotensi menimbulkan kematian. Bila terjadi lepuh pada kulit telapak kaki tentunya dapat menggangu aktivitas latihan olahraga.
Lalu mengapa sebelumnya tubuh kita tidak mengalami gangguan terhadap alergen dan kini menjadi sensitif? Menurut Michael, hal ini dikarenakan tubuh kita yang awalnya tidak memberikan respon dengan alergen yang masuk. Namun seiring dengan intensnya paparan alergen dan kondisi tubuh kita, maka lama kelamaan akan menimbulkan keluhan yang nyata.
"Pada sejumlah orang, jenis olahraga di luar ruangan (outdoor) sering menimbulkan alergi terutama pada orang-orang yang sensitif misalnya rangsangan udara dingin, suhu panas, debu, serbuk sari yang dapat menyebabkan gatal-gatal, bersin bahkan sesak nafas," ujar Michael.
Baca juga: Bugar selama puasa dengan lima aplikasi ini
Sementara bagi mereka yang kerap kali berlatih di gym, alergi juga dapat terjadi pada mereka karena disebabkan oleh debu karpet, udara air conditioner yang tidak terawat baik ataupun akibat kontak dengan logam, karet, dan plastik yang menjadi bahan dasar pembuatan alat-alat olahraga.
Bagi atlet yang dipersiapkan untuk suatu kejuaraan tentunya timbulnya alergi akan membuat dia tidak mampu untuk berlatih dengan baik yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagalnya meraih prestasi tertinggi.
Dalam jurnal ilmiah yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine, hasil kolaborasi penelitian dari Diana Silva dari Centro Hospitalar de Sao Joao dan Andre Moreira dari University of Porto menyebutkan bahwa meskipun latihan dan olah raga memiliki beberapa manfaat, melakukannya secara berlebihan belum tentu merupakan hal yang baik.
Misalnya, atlet elit memiliki peningkatan risiko asma dan alergi. Beberapa mekanisme dapat memengaruhi risiko ini, yang meliputi interaksi antara faktor pelatihan lingkungan dan faktor risiko pribadi, seperti kerentanan genetik, peradangan yang dimediasi neurogenik, dan sensitivitas epitel.
Namun, banyak sekali bukti ilmiah yang menunjukkan efek positif olah raga sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Secara keseluruhan, manfaatnya jauh lebih besar daripada potensi bahaya pelatihan. Namun diperlukan intervensi gaya hidup sehat terapeutik yang mudah diberikan, yang dapat digunakan bersamaan dengan pengobatan saat ini.
Baca juga: Bugar selama puasa dengan lima aplikasi ini
Pencegahan
Selain dibutuhkan diagnosa dan pengobatan yang tepat maka hal terpenting pada penanganan alergi adalah melakukan pencegahan.
Michael kemudian menyarankan beberapa saran dan tips yang dapat dijadikan panduan dalam mencegah dan mengobati alergi terutama bagi orang yang aktif berolahraga.
"Yang pertama adalah mengenali berbagai bahan alergen yang berpengaruh pada tubuh kita dan jauhkan bahan alergen tersebut dari Anda atau siapa pun yang menderita alergi terhadap bahan itu," ujar Michael.
Bilamana kontak dengan alergen tak dapat dihindari maka kita harus menyediakan obat anti alergi yang biasanya dipergunakan dan bila gangguan tidak dapat teratasi dengan baik segera menghubungi dokter terdekat, tambah Michael.
Kemudian simpan catatan tentang bahan alergen tersebut di dalam dompet kita berdekatan dengan kartu identitas sehingga dalam keadaan darurat.
"Misalnya di saat kita tidak sadarkan diri, maka petugas medis dapat mengetahui hal-hal apa saja yang tidak boleh diberikan," tutup Michael.
Baca juga: Ingin tetap olahraga saat puasa? Begini caranya
Baca juga: Plus minus olahraga setelah sahur, sebelum dan setelah buka puasa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021