Makassar (ANTARA News) - Kondisi Rachmawaty Sabaruddin (42) yang menjadi korban dugaan malpraktik dokter Cardiac Centre RS Wahidin Sudirohusodo Makassar semakin memprihatinkan menyusul kian menurunnya kondisi fisiknya.
Berdasarkan pengakuan korban, setelah dokter Cardiac Centre RS Wahidin, Ali Aspar Mappahya memasang dua cincin (stent) pada pembuluh darah koronernya, kondisi tubuhnya terus menurun.
"Kaki dan tangan saya bengkak-bengkak. Nyeri di dada saya semakin menjadi-jadi, saya sampai sesak dibuatnya," keluhnya dalam jumpa pers yang di gelar kuasa hukum Rachmawaty di Makassar, Rabu.
Dia mengaku, ganjalan dua buah cincin yang terpasang di jantung itu menjepitnya sehingga untuk menahan sakit ia terpaksa mengkonsumsi obat-obatan penghilang rasa sakit dalam dosis tinggi.
"Memang nyerinya bisa hilang, tetapi efek obat penyeri itu, membuat kepala saya terasa mau pecah. Sakitnya bukan main," ucap Rachmawty yang wiraswastawan itu.
Rachmawaty yang telah dipasangi cincin sejak 30 April 2010 mengaku kondisi fisiknya terus menurun sampai kini.
Warga Perumahan Griya Prima Tonasa, Makassar ini mengaku dokter Ali Aspar telah memasangkan dua buah cincin di pembuluh darah jantungnya, setelah mengetahui dia sering mengalami nyeri dada.
Rachmawaty lalu mengecek ke pusat jantung RS Harapan Kita dengan membawa rekaman katerisasi jantungnya sebelum pemasangan stent, dan ternyata dokter setempat menilai dua tidak perlu dipasangi cincin karena tidak menderita jantung koroner.
Kuasa hukum korban mengatakan, Ali Aspar telah melanggar Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Ketentuan Hukum Dokter.
"Prosesnya telah masuk ke penyelidikan Polda Sulsel dan kami sudah bersurat juga ke Konsil Kedokteran Indonesia. Kami berharap ada pertanggungjawaban dari profesi kedokteran terkait kasus ini," ucap kuasa hukum korban, Tadjuddin Rachman. (*)
KR-HK/S016/AR09
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010
sepertinya pemerintah belum melindungi para pasien atau memang harga manusia di negeri ini dimata hukum sangat murah.
kapan kita mendengar bahwa dokter-dokter yang teledor seperti itu di hukum.