Jakarta (ANTARA) - Mantan Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Koarmada II Kolonel Laut (P) Iwa Kartiwa membantah kabar yang menyebut dirinya sakit parah dan tidak bisa bicara akibat terkena radiasi serbuk besi Kapal Selam.
"Ada pernyatan tentang kondisi saya yang terbaring sakit, tidak bisa berbicara, hanya bisa di tempat tidur. Saya katakan, kalau dikatakan sakit, saya masih bisa beraktivitas meskipun terbatas," kata Kolonel Laut (P) Iwa Kartiwa, dalam konferensi pers di RS TNI AL Dr Mintohardjo, Jakarta Selatan, Selasa.
Mantan Komandan KRI Cakra-401 ini mengaku, dirinya memang tengah sakit, namun masih bisa menjalankan aktivitas seperti biasa.
Bahkan, ketika ingin menjalankan perawatan di Jakarta, dirinya tidak menggunakan ambulans. Namun, datang sendiri menggunakan kendaraan pribadi ke Jakarta.
"Ada isu saya terkena radiasi serbuk besi kapal selam karena terlalu lama. Saya berdinas di kapal selam sejak Letnan dua, Letnan satu, Kapten, Mayor sama teman-teman saya. Kami mencintai satuan kami," ujar adik kandung dari mantan Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal (Irjen) Purnawirawan Anton Charliyan ini.
Dia pun memastikan kabar dirinya terkena radiasi serbuk besi kapal selam adalah tidak benar.
"Kapal selam didesain oleh orang-orang ahli untuk membawa personel di kedalaman. Jadi insya Allah di kedalaman berapa pun, kita aman. Kalau masalah celaka, bukan hanya di kapal selam. Di mobil saja kalau, misalnya, ada trouble bisa kecelakaan," tutur-nya.
Atas kondisi sakit yang diderita-nya, Iwa pun menyadari adanya kemungkinan kurangnya disiplin diri, sehingga dirinya terpaksa harus menjalani perawatan berkepanjangan.
"Kondisi sejak lama mungkin karena kami kurang disiplin diri, jadi memang saya kondisi mungkin sedang perawatan, tapi bukan karena saya dinas di kapal selam," ucap dia menjelaskan..
Iwa mengaku dirinya mengalami sakit syaraf kejepit dan riwayat penyakit lain yang membuatnya tidak bisa banyak beraktivitas.
"Penyakit kami awalnya tahun 2017 saat kami menjabat Komandan Satuan Kapal Selam. Bahkan, saya terbaring di tempat tidur selama satu bulan. Kami pun diperintahkan untuk ke RSAL Dr Mintohardjo untuk menjalani MRI. Ternyata, kami terkena 'hernia nukleus pulposus' (HNP) atau syaraf kejepit," ungkap Iwa.
Sejak saat itu ketika beraktivitas dirinya membutuhkan tongkat karena kaki kirinya tidak bisa mengayuh untuk berjalan.
"Tapi untuk aktivitas lainnya tidak ada masalah. Kami masih melaksanakan tugas sebagai Komandan sampai akhir jabatan, hingga Danpusdikpel Kodiklatal," tutur Iwa.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021