Tabanan (ANTARA News) - Perusahaan yang memberangkatkan lima mahasiswa asal Bali untuk bekerja di Malaysia ternyata tidak meminta izin terlebih dahulu kepada para orang tua mereka.

"Sebelum anak saya dipekerjakan di Malaysia, perusahaan yang memberangkatkan anak saya tidak pernah datang atau meminta izin kepada kami," kata Astawa, ayah Ni Luh Putu Era Yudiastini (20) ditemui wartawan di rumahnya di Banjar Dukuh Gede, Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali, Selasa.

Dia menceritakan bahwa setelah memenuhi segala persyaratan dan membayar seluruh biaya dengan cara boleh dicicil atau beberapa tahap, anaknya kemudian berangkat sekitar April 2010 lalu.

Anaknya berangkat besama dua temanya Ni Luh Sayu Ari Sudewi dan Ni Komang Puranamawati dari "PLP Nadi Wisata". Perusahaan ini, sambung dia, tidak pernah datang ke rumahnya atau meminta surat izin orang tua sebagai salah satu syarat bekerja di luar negeri.

"Anak saya baru mendatangani surat yang tidak diketahui isinya saat masuk ke Bandara Ngurah Rai dan akan terbang ke Malaysia," ucap Astawan didampingi istrinya Rusmawati.

Dari cerita anaknya pula, surat tersebut baru ditandatangani sekitar dua menit sebelum berangkat.

Bahkan kelima mahasiswa yang menjadi korban dugaan perdagangan manusia itu juga tidak diperkenankan untuk membaca seluruh isi surat yang mereka tandatangani.

Setelah berada di Malaysia, anaknya kemudian menelpon dan mengabarkan bahwa ia bersama teman-temamnya ditempatkan di sebuah gudang dan disuruh bekerja sebagai karyawan di perusahaan elektronik.

"Setelah mengetahui anak saya tidak bekerja di hotel, sebaliknya bekerja di pabrik elektronik, saya sempat menanyakan hal itu beberapa kali ke PLP. Namun saya diminta untuk bersabar terus," sambung Astawa.

Suatu ketika anaknya juga menelpon seraya mengatakan jika kehabisan uang, sehingga terpaksa dengan susah payah meminjamkan uang untuk mengirim bekal ke anaknya agar bisa bertahan hidup di negeri Malaysia.

"Anak saya mengatakan tidak diperbolehkan meminjam uang di tempatnya bekerja di Malaysia. Semuanya harus melapor dahulu melalui PLP. Kalau sudah melapor baru dikasih pinjaman uang," tambahnya.

Meski telah bekerja dengan mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya selama bekerja di Malaysia, katanya, para korban belum pernah mendapatkan gaji.

"Jangankan gaji, malahan saya yang terus mengirimi uang ke anak saya karena kekurangan bekal," ujar Astawa.

Usai melaporkan kasus tersebut, pihaknya diminta untuk datang lagi memenuhi panggilan ke Mapolda Bali guna memberikan keterangan.(*)

(ANT-166/B/M026/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010