Jakarta (ANTARA News) - Komisi III DPR mempersoalkan ledakan kilang minyak Montana yang mencemari Laut Timor hingga perairan selatan Indonesia dan menyatakan kerusakan yang ditimbulkan tidak kalah hebat dibanding insiden di Teluk Meksiko, AS.
Saat Rapat Dengar Pendapat dengan Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Timor (PKDTML) di Gedung DPR-RI, Selasa, anggota Komisi VII DPR asal F-PAN Tjandra Wijaja menyatakan, pemerintah harus serius dalam penyelesaian tumpahan minyak di Kilang Montana itu.
"Dalam hal ini, yang dituntut untuk membayar gantui rugi adalah Montana. Perusahaan yang berkedudukan di Thailand. Dalam kasus ini, pemerintah Australia juga dirugikan akibat peristiwa tersebut," tegasnya
Meledaknya kilang minyak Montana sejak 21 Agustus 2009, lanjutnya, telah menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan lingkungan. Dalam hal ini, Timnas PKDTML harus merangkul berbagai pihak guna menginvetarisir kerusakan yang terjadi.
"Termasuk menghitung berapa harga yang harus dibayar akibat kerusakan tersebut. Saya kira pemerintah harus bergerak lebih. Kalau semakin lama, kerusakannya semakin parah dan sulit diperbaiki," ujarnya.
Senada dengan Tjandra, anggota Komisi VII asal F-PG, Halim Kalla, mengatakan bahwa pemerintah tidak perlu ragu dalam penyelesaian kasus pencemaran Celah Selatan-Laut Timor.
"Ini masalah serius. Tak kalah hebatnya dengan pencamaran minyak di Teluk Mexico," tegasnya.
Ketua Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Timor (PKDTML) Freddy Numberi menjelaskan bahwa berbagai upaya telah dilakukan guna meredam perluasan areal pencemaran. Selain itu, timnas PKDTML terus melakukan indentifitasi serta invetarisasi kerugian yang terjadi.
"Dari hari kehari, timnas terus bekerja. Termasuk melibatkan berbagai pihak baik itu LSM, NGO, pemerintah daerah, peneliti dan lintas departemen," jelasnya.
Dikatakan freddy yang juga Menteri Perhubungan itu, nilai kerugian yang akan diajukan sebagai gugatan kepada Montana, perusahaan minyak patungan antara Australia dan Thailand, masih terus dihitung.
"Kami masih hitung. Kami inginkan data yang valid. Tidak ada upaya untuk mencari kesempatan. Sejak Agustus 2009 sampai Oktober, luasan yang tercemar mencapai 16.500 kilometer persegi. Kalau perhitungan dari pemda setempat, nilainya diatas Rp800 miliar. Tetapi itu bisa lebih," ucapnya.
Dalam menangani pencemaran di Laut Timur, Freddy mengungkapkan keseriusannya. Berbagai langkah sudah dilakukan termasuk membentuk tim advokasi yang bertugas memperjuangkan klaim ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan.
"Sejak 15 Juli lalu, kami sudah bentuk tim advokasi. Dan per 5 Maret lalu, kami laporkan kepada presiden. Yang jelas, kami sangat serius dan concern dalam penyelesaian masalah ini," tuturnya.
Menurutnya, kasus Montana menjadi masalah yang sangat serius karena sedikitnya 40 juta kiloliter minyak mentah beserta gas serta bahan-bahan kimia berbahaya telah mencemari perairan Indonesia.
Berdasarkan hasil perhitungan dari kementrian Lingkungan Hidup, kerugian mencapai Rp 240 miliar. "Tapi kalau long term, kerusakan terus meluas. Bisa saja sudah meningkat sampai Rp1 triliunan," ia menjelaskan.
(D011/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010