Sanaa (ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan Syiah merebut sebuah pangkalanmiliter dan menangkap beberapa prajurit, Senin, dalam bentrokan denganmiliter dan orang suku yang menewaskan 10 orang, kata sejumlah pejabat.
Bentrokan itu mengancam gencatan senjata yang rapuh di Yaman bagianutara yang ditandatangani oleh pemerintah dan gerilyawan Syiah Huthipada Februari.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh menuduh Huthi berusaha mengobarkan perang baru dengan pemerintah.
Baik pemerintah maupun kelompok gerilya tersebut mengkonfirmasi bahwasejumlah prajurit disandera di pangkalan militer Zuala di daerahbergolak utara, Harf Sufyan, namun mereka tidak menyebutkan berapaorang yang ditangkap Huthi.
Gerilyawan Syiah dan pemerintah menyetujui gencatan senjata untukmengakhiri perang di kawasan utara pada Februari. Sejumlah gencatansenjata sebelumnya tidak berhasil ditegakkan.
Gencatan senjata yang mulai berlaku Jumat (12/2) itu merupakan upayaterakhir pemerintah untuk mengakhiri kekerasan bersenjata di wilayahutara yang telah menewaskan ribuan orang dan mengakibatkan 250.000orang mengungsi.
Kelompok Huthi menuduh pemerintah melakukan diskriminasi ekonomi,sosial dan keagamaan, namun Sanaa membantah tuduhan tersebut.
Ketegangan antara Huthi dan suku Ibn Aziz, yang juga dari kelompokSyiah namun pro-pemerintah, meningkat dalam beberapa bulan ini.Bentrokan-bentrokan pekan lalu merupakan yang paling mematikan sejakgencatan senjata tersebut dan telah membuat pemerintah mengerahkanpasukan.
Seorang pejabat menyatakan, Kamis (22/7), bentrokan lima hari antara kedua kubu itu menewaskan sedikitnya 69 orang.
Selain menangani kekerasan gerilyawan Syiah di wilayah utara,pemerintah Yaman juga menghadapi separatisme di Yaman bagian selatan.
Seorang pejabat keamanan mengatakan, Senin, pasukan di Yaman selatanmembunuh tiga orang yang diduga anggota Al-Qaeda dalam operasi keamananyang terus dilakukan setelah serangan-serangan kelompok militan ituakhir-akhir ini terhadap pasukan keamanan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk RepublikYaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjaditempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utaramenggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam danmendiskriminasi mereka.
Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh telah mendesak rakyat Yaman tidakmendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama denganpengkhianatan.
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara ituakan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untukmemperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnyamenjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAPmenyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang ASpada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember, mereka memberi tersangka wargaNigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepadaorang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiahdi wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan danserangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan ArabSaudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Sanaa menyatakan, pasukan Yaman membunuh puluhan anggota Al-Qaeda dalam dua serangan pada Desember.
Kedutaan Besar Inggris di Sanaa juga menjadi sasaran rencana seranganbunuh diri Al-Qaeda yang digagalkan aparat keamanan Yaman padapertengahan Desember.
Sebuah sel Al-Qaeda yang dihancurkan di Arhab, 35 kilometer sebelahutara ibukota Yaman tersebut, "bertujuan menyusup dan meledakkansasaran-sasaran yang mencakup Kedutaan Besar Inggris, kepentingan asingdan bangunan pemerintah", menurut sebuah pernyataan yang dipasang disitus 26Sep.net surat kabar kementerian pertahanan.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010