Parmalim merupakan kepercayaan tua masyarakat Batak yang masih diyakini sampai sekarang. Mereka tetap bertahan melakukan persembahan kepada Mulajadi Nabolon (sang pencipta) sesuai tradisi yang dijalankan para leluhur.
"Ihutan" (ikutan/pemimpin) agama si Raja Batak, Naipospos menuturkan, perhelatan digelar untuk memaknai hasil kerja setahun serta datangnya musim panen. Idealnya, hasil itu perlu lebih dulu dipersembahkan kepada sang Maha Pemberi.
Hasil panen terbaik diolah menjadi "pelean" (persembahan) bersama seekor kerbau pilihan. Sebagian disimpan untuk bekal dan benih pada musim tanam berikutnya.
Kerbau dimaksud, kata Naipospos, harus memiliki empat pusar dan tanduk melingkar, gemuk dan tegar. Uluan Bolon (pemimpin besar/Raja) martonggo (berdoa) kepada Mulajadi Nabolon, menghaturkan sembah sebagai ucapan syukur.
Manifestasinya, melalui sikap tunduk sujud umat menghantar sajian yang ditata di altar persembahan dan ditunjukkan lewat tarian, diringi irama musik tradisi gondang.
Menurut tradisi Batak, menghaturkan sembah sudah dilarang. Membunyikan gendang dianggap haram. Menyembah Mulajadi Nabolon dituding penyembahan berhala.
Sebagian besar tradisi tersebut telah ditinggalkan, karena dinilai tidak memiliki pengharapan.
Naipospos mengatakan, sikap Hamalimon Batak harus dijalankan. Mereka memiliki pengharapan, karena telah dijalankan turun temurun, bersama pelembagaan hukum dan aturan kemasyarakatan.
Selain Parmalim dari berbagai daerah, terlihat hadir sejumlah budayawan dan peneliti berkebangsaan asing serta sejumlah pengamat.
(T.ANT-197/S015/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010