Denpasar (ANTARA News) - Ni Ketut Cenik (86), maestro penari joged pingit dan legong playon kesenian klasik Bali, meninggal dunia ketika dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, Bali.
"Dia menghembuskan nafas terakhir Sabtu malam (24/7) pukul 21.20 Wita dan jenazah langsung dibawa ke rumah duka, Desa Batuan Kabupaten Gianyar," kata Ketua Sanggar Seni Panti Pusaka Budaya Desa Batuan I Nyoman Budiartha, SSN ketika dihubungi ANTARA News, Senin.
Nyoman Budiartha mengatakan, Ketut Cenik sempat menjalani perawatan selama dua minggu akibat menderita sakit jantung basah.
"Jenazah disemayamkan di rumah duka dan Minggu (25/7) dikuburkan di setra Alas Harum Desa Adat Batuan," tutur Nyoman Budiartha yang juga cucu almarhum, seraya menjelaskan upacara pengabenan jenazah almarhum masih menunggu hari baik.
Semasa hidupnya Ketut Cenik menjadikan seni tabuh dan tari Bali bagian dari kehidupan yang dilakoninya sehari-hari.
Berkat kepiawaiannya dalam bidang tari itu mengantarkan dirinya pernah mengadakan lawatan ke sejumlah negara di dunia dan terakhir 2008 selama sebulan ke Jepang.
Ketut Cenik pernah menjadi bintang tamu selama pelaksanaan Batuan Art Festival (BAF) III 29 Mei-2 Juni 2008 di Desa Batuan, Kabupaten Gianyar, Bali.
Penampilannya saat itu bersama seniman binaannya mampu menarik perhatian ribuan wisatawan mancanegara dan nusantara sedang menikmati liburan di Pulau Dewata.
Sejumlah pimpinan biro perjalanan wisata (BPW) asing yang menyaksikan kelincahan nenek dari sejumlah cucu itu secara spontanitas melakukan "penawaran" untuk mengajak Ni Ketut Cenik pentas keliling ke sejumlah kota besar di Jepang.
BPW yang menangani kunjungan wisatawan Jepang berliburan ke Bali akhirnya mengajak Ni Ketut Cenik yang tergabung dalam tim kesenian Bali mengadakan lawatan ke Negeri Matahari Terbit.
Ni Ketut Cenik yang mengantongi segudang penghargaan atas prestasi dan dedikasinya dalam bidang seni termasuk Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dari Pemprov Bali dalam bidang seni itu, kiprahnya berhasil mencetak ratusan bahkan ribuan seniman, termasuk diantaranya seniman besar kenamaan yang sanggup meneruskan upaya melestarikan dan mengembangkan seni budaya di Pulau Dewata.
Prestasi yang diraihnya itu melalui perjalanan sejarah cukup panjang, berawal dari ketika masa kanak-kanak, berusaha belajar secara terus belajar, hingga akhirnya mampu menguasasi sejumlah tarian, yang hingga sekarang sulit dipelajari oleh seniman muda.
Seniwati alam yang telah berhasil mencetak kader-kader penerus, dilakukan tidak hanya dalam lingkungan desanya di Batuan, namun hampir seluruh pelosok pedesaan di Bali.
Ibu dua putra-putri yang telah dikaruniai tujuh cucu serta tiga cicit itu mempunyai motto "Seniman adalah sebuah dendam sekaligus pengabdian dan kecintaan".
Dalam perjalanan sejarah hidupnya yang panjang itu, Ni Ketut Cenik boleh dikatakan sebagai salah seorang penari "top" Pulau Dewata.
Berawal dari belajar tari Joged Pingitan pada seniman I Wayan Kuir, kemudian belajar tari Arja pada Anak Agung Mandra Ukiran. Namun anehnya, Cenik merasa tidak pernah dipintarkan oleh kedua gurunya itu.
Bagi Ketut Cenik belajar sendiri dan mencari sendiri apa itu menari, lebih penting dari belajar pada seseorang guru. Akhirnya Cenik mulai membagikan kepandaiannya menari kepada orang lain.
Mulailah Ni Ketut Cenik mengajarkan tari Arja, yang diawalinya dari sekitar desanya. Tak cukup hanya disitu, Cenik kemudian mengajar tari, khususnya Arja sampai ke Tabanan, Desa Culik, Karangasem, Peliatan, Palasari, Tampaksiring, Tegenungan di Kabupaten Gianyar.
Selain itu ikut bergabung membina kesenian yang dilakukan secara formal oleh Pemkab Gianyar, khususnya menyangkut Joged Pingitan dalam rangka persiapan duta Kabupaten Gianyar pada awal Pesta Kesenian Bali (PKB) digelar tahun 1978, tutur Nyoman Budiartha.
(T.I006/A023/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010