Bantul (ANTARA News) - Mengonsumsi daging "bajeng" atau tupai dipercaya sebagian masyarakat mampu menyembuhkan penyakit diabetes sehingga jenis makanan ini saat ini banyak dicari masyarakat.
Rohmiyati, pemilik warung tongseng "bajeng" di Desa Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, mengatakan hampir setiap hari permintaan masyarakat akan daging binatang pengerat ini sangat tinggi bahkan sampai dirinya tidak mampu memenuhinya.
"Permintaan masyarakat akan daging `bajeng` ini sangat tinggi, berapapun yang saya bawa untuk dijual pasti habis terbeli, dari informasi yang kami dengar gading `bajeng` ini mampu menyembuhkan penyakit diabetes, kanker, rematik dan lever," kata Rohmiyati.
Menurut dia, meskipun permintaan masyarakat akan daging "bajeng" ini cukup tinggi namun dirinya tidak setiap hari mampu menyediakan masakan daging "bajeng" baik yang dimasak tongseng maupun yang hanya digoreng biasa.
"Saat ini sangat sulit mencari `bajeng` dan belum tentu setiap hari kami bisa mendapatkan dagangan," katanya.
Ia mengatakan, selama ini dirinya mendapatkan `bajeng` dari para pemburu yang menyetorkan di warungnya.
"Ada tiga pemburu yang biasanya setor daging `bajeng` di tempat saya dan mereka biasanya berburu di Purworejo, Temanggung, Kebumen dan beberapa daerah lain, setiap kali setor paling banyak hanya sekitar 15 ekor saja," katanya.
Selain menjual tongseng daging "bajeng" Rohmatini juga menyediakan tongseng daging "codot" dan daging burung "emprit" (pipit).
"Kalau daging `codot` dipercaya masyarakat mampu menyembuhkan penyakit asma, sedangkan untuk daging burung `emprit` belum tahu kasiatnya dan biasanya masyarakat membeli hanya untuk sekedar hobi saja," katanya.
Menu tradisional tersebut ternyata sudah ada sejak zaman dulu, dan tertera dalam Serat Centhini, sebuah karya yang selama ini dianggap sebagai ensiklopedi budaya masyarakat Jawa karena segala ilmu pengetahuan dan kebudayaan tertulis dalam serat itu.
Masakan daging "bajeng" sebelumnya juga pernah disajikan di "Waroeng Dhahar Pulo Segaran" di kawasan Tembi Rumah Budaya.
"Namun saat ini menu tradisional daging `bajeng` tidak setiap hari kami sajikan dan hanya pada hari tertentu saja untuk melindungi satwa tersebut dari kepunahan," kata "Sales and Marketing Manager" Tembi Rumah Budaya Sugihandono Kurniawan.(*)
(U.V001/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010