Yenagoa, Nigeria (ANTARA News/Reuters) - Sejumlah orang bersenjata meledakkan rumah seorang politikus utama di daerah penghasil minyak Nigeria selatan, Jumat, dalam insiden terakhir persaingan politik sengit yang berisiko memburuk menjelang pemilihan umum tahun depan.
Sejumlah saksi mengatakan, orang-orang bersenjata dengan empat kapal motor cepat menyerang rumah mantan deputi gubernur negara bagian Bayelsa, Peremobowei Ebebi, sekitar pukul 11.30 GMT (pukul 18.30 WIB) dengan bom rakitan, menewaskan seorang penjaga keamanan.
Ebebi, yang meninggalkan Bayelsa beberapa bulan lalu dan diperkirakan berada di Abuja, ibukota Nigeria, belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar mengenai serangan itu.
Polisi mengkonfirmasi serangan itu, yang terjadi di Aleibri, sebuah desa sekitar 40 kilometer sebelah baratlaut ibukota negara bagian Bayelsa, Yenagoa, namun belum memiliki penjelasan terinci lebih lanjut mengenai penyerang atau motif dari tindakan mereka.
"Kami telah mengirim orang-orang kami ke lokasi itu untuk menangani keadaan. Dari laporan-laporan yang saya terima, ada kerusakan luas pada rumah itu," kata juru bicara kepolisian Bayelsa, Eguadoen Emokpae.
Ketegangan tinggi di Bayelsa selama beberapa bulan ini akibat pergolakan kekuasaan antara Gubernur Timipre Sylva dan Ebebi, yang dijatuhkan oleh parlemen negara bagian itu bulan lalu atas tuduhan korupsi.
Ebebi berselisih dengan Sylva tak lama setelah pasangan itu berkuasa pada 2008 dan persaingan itu membuat keadaan sangat tegang di wilayah tersebut.
Bayelsa, tempat asal Presiden Goodluck Jonathan, merupakan satu dari tiga negara bagian utama di Delta Niger, pusat industri minyak dan gas terbesar Afrika yang selama beberapa tahun ini dilanda kekerasan militan.
Serangan Jumat itu terjadi hampir dua bulan setelah sebuah bom meledak di dekat wisma tamu milik Ebebi di Yenagoa. Tidak ada korban atau klaim tanggung jawab atas serangan itu.
Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.
Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.
Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.
Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.
Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.
MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.
Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.
MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.
Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.
Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.
Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.
Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei 2009, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.
Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.
Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.
Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010