Yogyakarta (ANTARA News) - Media massa konvensional dinilai tidak mampu menampung semua isu tentang komunitas, dan peran ini kemudian diambil alih media massa berbasis komunitas.

"Media massa di Indonesia selalu berorientasi bisnis, sehingga isu-isu yang tidak menguntungkan secara ekonomi tidak akan diakomodasi. Akibatnya, banyak isu penting tetapi tidak menjual yang tidak diberi ruang oleh media massa," kata aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat "Combine Resource Institution" Widarto ketika menjadi pembicara pada diskusi publik tentang media komunitas yang ramah, di Yogyakarta, Jumat.

Ia mengatakan media massa di Indonesia saat ini dikuasi konglomerasi berbasis perusahaan bisnis, sehingga sering lupa dengan tanggung jawab sosial yang ditanggungya.

"Media komunitas kemudian muncul untuk menjawab ketimpangan komunikasi tersebut dengan menyiarkan informasi tentang, dari, untuk, dan oleh komunitas," katanya.

Menurut dia, media komunitas memiliki kedudukan setara dengan lembaga penyiaran publik, swasta, dan berlangganan, karena pemerintah telah melegalkan media komunitas melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

"Oleh karena itu, pelaku media komunitas tidak perlu takut untuk menjalankan medianya, dan seharusnya Undang-undang Penyiaran semakin memotivasi pelaku media komunitas," katanya.

Namun, ia menilai kadangkala tanpa sengaja media yang diproduksi oleh suatu komunitas menjadi kontraproduktif terhadap perjuangan komunitas lain.

"Saya menemukan misalnya ada media komunitas masih menggunakan pencitraan yang bias gender dan menyinggung komunitas tertentu," katanya.

Menurut dia, idealnya media komunitas dapat mendukung isu yang sedang diangkat media lain tanpa harus berlawanan dengan identitas masing-masing komunitas.
(ANT158/M008)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010